5.12.10

SAYA SUDAH BOSAN HIDUP

Seorang pria mendatangi seorng Ustadz, "Ustadz, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati."

Sang Ustadz tersenyum, "Oh, kamu sakit." "Tidak Ustadz, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Ustadz meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.

Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku." demikian sang Ustadz.

"Tidak Ustadz, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." pria itu menolak tawaran sang Ustadz.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" "Ya, memang saya sudah bosan hidup."

"Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustadz yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati. Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh Ustadz edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget!

Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, "Sayang, aku mencintaimu". Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Sang istripun merasa aneh sekali Selama ini, mungkin aku salah. "Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan.

Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pi, maafkan kami semua. Selama ini, Papi selalu stres karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?

Ia mendatangi sang Ustadz lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustadz langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan."

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustadz, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!!!

Hidup? bukanlah merupakan suatu beban yang harus dipikul?. tapi merupakan suatu anugrah untuk dinikmati

25.11.10

KEKAYAAN YANG TIDAK TERLIHAT

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung, dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin. Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.

' Bagaimana perjalanan kali ini?'

' Wah, sangat luar biasa Ayah'

' Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin' kata ayahnya.

' Oh iya' kata anaknya

' Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?' tanya ayahnya.

Kemudian si anak menjawab. ' saya saksikan bahwa kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.

Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ketengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya.

Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.

Kita memiliki patio sampai ke! halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.

Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.

Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya.

Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.

Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi.'

Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.

Kemudian sang anak menambahkan ' Terimakasih Ayah, telah menunjukan kepada saya betapa miskinnya kita.'

Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya. Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang. Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih. 

23.11.10

ARTI SEBUAH PERNIKAHAN


Sebuah Renungan,......Semoga Bermanfaat terlampir kisah nyata yang bagus sekali untuk contoh kita semua (kisah ini pernah ditayangkan di MetroTV). Semoga kita dapat mengambil pelajaran.Ini cerita Nyata, beliau adalah Bp. Eko Pratomo Suyatno, Direktur Fortis Asset Management yg sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dlm memajukan industri Reksadana di Indonesia.
Apa yg diutarakan beliau adalah Sangat Benar sekali.Silahkan baca dan dihayati.Sebuah perenungan, Buat para suami baca ya…….. istri & calon istri juga boleh…Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi. Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.
Untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas waktu maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa,tinggal si bungsu yg masih kuliah.Pada suatu hari…ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah, sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati-hati anak yg sulung berkata,”Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu, tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak……. . bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”. Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2, “sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini kami suda tidak tega melihat bapak. Kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.
Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2nya.”Anak2ku ………… Jikalau pernikahan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah…… tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan kalian.. Sejenak kerongkongannya tersekat,… kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini?? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit..”
Sejenak meledaklah tangis anak2 pak suyatno. Merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno….dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.. Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa2.. Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio, kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.
Disitulah Pak Suyatno bercerita..”Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam pernikahannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata,dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2..Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama… dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,”

28.10.10

Lelaki Yang Takut Jatuh Cinta

Cerpen Sakti Wibowo

Belum menikah?" tanya saya pada laki-laki di hadapan saya yang rautnya telah bertambah tua.
Yat, teman saya ini, mungkin tak tepat untuk saya sebut sebagai teman sebab usia kami yang terpaut
begitu jauh. Garis-garis dewasa-untuk saya menghindari kata tua-begitu nyata saya tangkap dari
wajahnya. Kerutan ada di sekitar mata dan pipinya.

la menggeleng. Ini sudah jawaban paling baik yang saya dapatkan. Biasanya, kalau menghadapi
pertanyaan semacam itu, hanya senyum kecut yang ia berikan dan buru-buru mengajak beranjak
pada pembicaraan lain.

Tentu anakmu sudah besar, ya, Wie!" gumamnya seraya menyelai jemari tangan. Mungkin ia
menyembunyikan resah.

"°Ya, yang pertama masuk SD tahun ini. Kalau yang kecil, sekarang sudah empat tahun."

"Bahagia?"

Saya pikir, saya tak perlu menjawab pertanyaannya itu sebab definisi bahagia tiap-tiap orang
mungkin berbeda. Lagi pula, apakah menjawab ya atau tidak itu sesungguhnya yang menjadi
pertanyaannya?

Saya hanya menangkap resah itu. Resah yang bisa dibaca nyaris di setiap geraknya, pandangannya
yang tidak fokus dan sering berpindah-pindah sebagaimana juga pembicaraannya yang selalu
berpindah dari satu topik ke topik yang lain, mengalir begitu deras.
"Tiga tahun lagi usiaku empat puluh. Sudah tua, ya

Saya segera menghitung umur saya sendiri. Oktober tahun lalu, seperempat abad telah terlampaui,
dan saya pun telah merasa napas 'tua' merasuki raga saya. Lantas, apakah saya akan membantah
kalimatnya bahwa perbedaan dua belas tahun itu tak cukup menyebutnya tua?

"Manusia boleh tua usia, Mas," hibur saya. "Yang penting, kan, semangatnya. Saya ingin tetap
muda kendati saya sendiri sekarang sudah mulai tua."

"Apa aku cukup pantas diaebut bersemangat muda?" "Kenapa tidak?"

"Hm, entahlah, Wie mungkin takdirku sendiri begini.°"Maksudnya?'°

"Sebenarnya aku ingin menikah, tapi aku selalu takut jatuh cinta."

Lantas, tanpa menunggu reaksi saya atas kalimat yang 'mengejutkan' itu, ia telah berlalu dari
hadapan saya. la berjalan, menunduk. Dukanya mengais-ngais jalan.

memang terkadang menakutkan. Sungguh wajar baginya untuk mengatakan ia takut jatuh
cinta. Yat-begitu biasa dia dipanggil kendati itu bukan potongan dari salah satu suku kata
pembentuk namanya-memiliki pengalaman yang 'menyakitkan' dalam cinta.

Seperti remaja kebanyakan, saat usia SMA, ia pernah jatuh cinta pada seorang wanita, rekan
sekelasnya. Cinta monyet, kata orang. Namun untuk ukuran remaja, hubungan percintaan mereka
terbilang awet. Cinta pertama yang begitu romantis, saling berkirim surat-kendati berbicara
langsung sebenarnya lebih praktis dan tanpa Maya karena keduanya yang berada dalam satu kelas
selama tiga tahun sebagaimana romansa khas remaja.

Namun, di semester terakhir sekolahnya, si wanita menderita sakit parah dan berakhir pada
kematian, tepat pada saat teman-temannya yang lain menempuh ujian SMA. Irulah yang membuat
Yat kacau-balau menyelesaikan lembar lembar tes dan membuat ia tak bisa diterima di perguruan
tinggi mana pun.

Cukup lama Yat dicekam kesedihan oleh kepergian teman dekat tersebut. Diausuh ia yang tak juga
mendapat pekerjaan selulus sekolah membuat kondisinya semakin memprihatinkan. Untunglah,
pada akhirnya ia menemukan semangat hidup itu dan kembali bisa berdiri untuk memperjuangkan
hidupnya. Meski tertatih-tatih, ia bisa keluar dari lingkaran duka itu dan memulai kembali
sejarahnya.

Kali ini, tentu saja tidaak ada yang bisa ia harapkan untuk kuliah. Bukan karena biaya, sebab
keluarganya cukup mampu menopang kuliah, asalkan tidak dalam skala kelas atas. Nilalinya-seperti
saya sebutkan-jeblok di penghujung sekolahnya. Oleh karena itu ia memilih untuk terjun langsung
dalam bursa kerja. Berbekal ijazah SMA, ia melamar dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya.

Saat telah bekerja, ia menjalin hubungan dekat dengan seorang gadis, rekan sekerja. Gadis yang
baik, sopan, lagi cantik rupawan. Orang tuanya telah merasa cocok saat Yat menyatakan ingin
menikahi gadis tersebut. Namun apa lancar, belum lagi sampai berlangsung proses lamaran, si gadis
menderita sakit parah dan kembali berujung pada kematian.

Yat terguncang. Ini pukulan kedua yang nyaris membuatnya hilang. Semangatnya timbul
tenggelam. Bergelung dalam kesedlihan itu, tubuhnya yang sempat gemuk itu kembali mengurus.
Orang tuanya tak kalah sedih, bukan saja kehilangan calon menantu yang sesungguhnya telah
mereka cintai pula, juga oleh ketidakstabilan Yat atas deraan penderitaan itu.

Hari-hari Yat adalah : murung yang murung. Semangat kerjanya hilang, demilkian juga semangat
hidup. Ini menyebabkan ia dikeluarkan dari pekerjaan, sesuatu yang sampai sekarang tak pernah
disesalinya karena ia tak pernah merasa kehilangan. Jilka ada hal besar yang hilang, kehilangan hal
kecil menjadi tidak terasa. Itu yang ia rasakan saat dipecat dan membuatnya luntang-lantung,
menjadi preman kampung yang kerjanya nongkrong dari waktu ke waktu di perempatan jalan. Kali
ini, cukup lama ia menemukan kembali dirinya yang hilang. Cukup sulit untuknya kembali bangkit
setelah tersungkur yang kedua kali.

Melewati usia tiga puluh tahun, ia kembali bekerja. Kali ini, ia menemukan tempat pelarian yang
tepat dalam pekerjaan dan menjelma sebagai orang yang gila kerja. Segala pekerjaan dilakoninya
untuk melupakan kepahitan hidup.

Lantas, entah dari mana asalnya, kembali seorang gadis menyentuh kesunyian hatinya.

Kendati mulai ragu dengan perasaannya sendiri, pada akhirnya ia merasa jatuh cinta. Gadis itu telah
mampu membuat serta kembali hadir di parasnya yang telah baya. Rasa cinta yang tutus berikut
perhatian yang tiada habis membuat Yat kembali yakin untuk menikah. Sungguh, betapa orang
tuanya bahagia mendapati anaknya telah memiliki keberanian kembali untuk mencintai seseorang,
bahkan begitu perwira berniat untuk menikah.

Tak menunggu lama, lamaran pun digelar. Hari pemikahan ditentukan. Tak perlu menunggu apa pun
sebab semua telah ada. Sebagai seorang pekerja keras yang selalu lupa waktu jika sudah tenggelam
dalam pekerjaan, Yat memiliki segala ikon keduniawian. Bukankah itu kompensasi yang tepat untuk
kegilaannya pada kerja? Ia tak perlu ribut soal biaya pernikahan sebab uangnya lebih dari cukup
untuk menggelar perhelatan akbar paling bergengsi sekalipun.

Wayang kulit telah dipesan. Janur pun telah didekor dengan meriah berikut segala perhiasan khas
orang menikah. Pesta pernikahannya akan diawali dengan upacara akad nikah di siang harinya, di
kantor KUA terdekat.

Orang-orang sudah berkumpul di kantor tersebut. Yat dan keluarganya, berikut kerabat satu
rombongan yang ingin menyaksikan peristiwa bersejarah seorang Yat. Bahagia di wajah masing-
masing.

Lantas..waktu beranjak begitu melelahkan dalam penantian. Pengantin putri tak kunjung datang. Ke
mana? Semua kepala saling berganti melongok ke ujung jalan. Jam di tangan pun telah berapa
puluh kali ditengok, berharap jarumnya berhenti agar waktu jangan segera lewat. Jam berganti dan
resah semakin berakar dalam sunyi.

Lantas, berita itu datang. Petir yang kesekian menyambar hidup Yat berkeping-keping.

"Di rumah sakit!"

Kabar yang pertama.

"Mobil yang membawa rombongan pengantin wanita mengalami kecelakaan di perempatan kota."
Kabar yang kedua.

Yat sudah mulai menjerit, bergema bergaung-gaung di ruang hatinya. Dalam pakaian pengantin, ia
memburu ke rumah sakit. Benar adanya, si calon mempelai wanita terbaring di sana, bersama nyaris
seluruh keluarganya. Semua terluka dalam kecelakaan maut itu. Sementara, mempelai wanita yang
duduk di bangku depan mobil, tepat di samping sopir, mengalami luka paling parah. Sopirnya
bahkan meninggal.

Kini, si cantik dengan make up terlihat pucat dan dandanan pengantin itu dikalungi begitu banyak
selang, infus, dan oksigen bantuan pernapasan. Napasnya satu-satu.

Tak cukup bilangan waktu itu. Maut menjemput segera. Yat tergugu saat garis lurus mewarnai
monitor pendeteksi jantung sang pengantin. Serasa napasnya turut terhenti dan dunianya habis.

Gelap. la meraung di ruang gelap matanya, pingsan.

"Belum menikah, Mas?" tanya saya beberapa tahun lalu dan selalu saya hanya mendapat jawaban
serupa, senyum kecut. Lantas, biasanya, disertai sengal dan napas yang berat dihela, ia akan
mengajak beranjak pada perbincangan yang lain.

Tapi kali ini saya telah bertekad untuk tidak mau beranjak begitu lekas. Saya masih mencari
jawabannya. Akhirnva.

"Aku takut jatuh cinta, Wie! Setiap wanita yang kucintai selalu meninggal dengan cara yang tragis,
°` alasannya, dengan pandangan yang segera dibuang ke jurusan lain, selanjutnya memaku ke tanah.
Luka yang begitu bernanah. "Itu hanya kebetulan saja, hibur saga, memahami dalamnya duka itu.

"Kebetulan? Tidak cukupkah tiga nyawa menjadi bukti?" "Itu bukan bukti. Nyatanya, tidak ada
manusia yang tidak memiliki jodoh. Itu janji Allah."

"Karna engkau tidak mengalami seperti yang kualami."*

Saya tepuk bahunya. "Karena saga bukan orang pilihan, Mas. Engkaulah yang dipilih Allah untuk
sanggup menghadapi cobaan semacam ini.°"

"Kaucoba membesarkan hatiku?"

"Saya tak perlu membesarkannya sebab sesungguhnya hatimu jauh lebih besar dari yang kauduga.
Engkau orang istimewa, Mss, karena itu Allah mengujimu dengan yang begini berat."

"Tapi aku tak akan menikah, Wie, seberapa pun kuatnva engkau merayuku."

"Ini tidak merayu, Mas, karna menikah adalah separo dari agamamu."

Beberapa tahun setelah peristiwa tragis itu.

Saya tidak tahu dari jalan mana hidayah itu datang. Semua memang rahasia. Preman kampung yang
sempat luntang lantung itu kini menjadi preman masjid kawakan. Aura religius begitu tertangkap di
parasnya yang telah menua.

"Aku melarikan diri ke sini, Wie! Tuhan begitu menenteramkan. Maka, kendati takdirku hidup
sendiri, aku merasa tidak kesepian sebab ada Dia yang selalu menemani. Saat sepi, adakah yang
lebih indah dari rasa ditemani? Saat berduka, adakah yang lebih nyaman dari rasa berkawan?
Sesungguhnya, Dia adalah kawan yang tak pernah pergi, sahabat yang tak pernah berkhianat."

Saya tersenyum, kecut, bahwa dirinya belum juga memiliki keberanian untuk menikah.

"Orang yang kucintai selalu meninggal sebelum menikah."

"Mereka memang bukan jodohmu, Mas, sebab Allahh tengah menyiapkan yang lebih baik, yang
lebih pantas untuk orang setegar dirimu."

"Apa itu ada, Wie!"

"Tidak ada manusia yang diciptakan tidak memiliki jodoh, Mas."

"Tapi, bagaimana aku akan menikah, sedangkan aku selalu takut untuk jatuh cinta."

"Mengapa harus takut?"

"Itu pertanyaan konyol. Wie! Engkau tidak mengalami seperti yang aku alami."

"Kalau begitu adanya, mengapa tidak menikah saja dengan orang yang tidak kaucintai?"

"Kau ngaco!"

"Menikah tidak harus diawali dengan cinta, bukan?"

Rautnya telah begitu tua saat duduk di pelaminan. Namun, binar itu, siapa tidak percaya bahwa itu
binar yang hanya dimiliki oleh anak muda? Seorang gadis muda duduk menyandingnya di sana.
Usia dua mempelai itu terpaut begitu jauh.

Yat, tahun ini menginjak usia tiga puluh delapan tahun, sedangkan ia gadis belum lama beranjak
dari angka dua puluh. Keduanya dipertemukan oleh seorang ustaz, melewati masa taaruf singkat,
tanpa.sebelumnya saling mengenal. Jodoh memang ajaib. Akhwat yang menyanding Yat ini adalah
seorang aktivis dakwah kampus. Belum lagi selesai kuliahnya, tetapi ia mantap mendampingi hidup
seorang Yat.

Apa yang akan saya sebutkan dari kebaikan wanita ini? Kaya, rupawan, salihah, mahirah. Memang
sungguh, akhwat semacam inilah yang tepat untuk orang setegar dan sehanif Yat. Bukankah Yat tak
perlu khawatir wanita yang dicintainya akan 'meninggai dunia' sebelum menikah Ya. sebab Yat
baru belaiar 'mencintai' wanita itu setelah ia menikah.

Seorang Wanita dan Tukang Besi


Ketika si tukang besi sedang duduk di rumahnya melepas lelah setelah seharian bekerja, tiba-tiba terdengar pintu rumahnya diketuk orang. Si tukang besi keluar untuk melihatnya, pandangannya menubruk pada sesosok wanita cantik yang tak lain adalah tetangganya.“Saudaraku, aku menderita kelaparan. Jika bukan karena tuntutan agamaku yang menyuruh untuk memelihara jiwa (hifdz al-Nafs), aku tidak akan datang ke rumahmu. Maukah engkau memberikan makanan padaku karena Allah?” Tutur wanita itu.Ketika itu, memang tengah datang musim paceklik (kemarau). Sawah dan ladang mengering. Tanah pecah berbongkah-bongkah. Padang rumput menjadi tandus hingga hewan ternak menjadi kurus dan akhirnya mati. Makanan menjadi langka, maka tak pelak kelaparan melanda sebagian besar penduduk desa itu. Hanya sebagian kecil yang masih bisa bertahan.

“Tidakkah engkau tahu bahwa aku mencintaimu? Akan kuberi engkau makanan, tetapi engkau harus melayaniku semalam,” kata tukang besi itu.Si tukang besi memang jatuh hati kepada tetangganya itu. Dia merayunya dengan berbagai cara dan taktik, namun tak juga berhasil meluluhkan hati wanita itu.“Lebih baik mati kelaparan daripada durhaka kepada Allah,” ujar wanita itu lagi sambil berlalu menuju rumahnya.

Setelah dua hari berlalu, wanita itu kembali mendatangi rumah si tukang besi dan mengatakan hal yang sama. Demikian pula jawaban si tukang besi. Ia akan memberi makanan asalkan wanita itu mau menyerahkan dirinya. Mendengar jawaban yang sama, wanita itupun kembali ke rumahnya.Dua hari kemudian, wanita itu datang lagi ke rumah tukang besi itu dalam keadaan payah. Suaranya parau, matanya sayu, dan punggungnya membungkuk karena menahan lapar yang tiada tara. Ia kembali mengatakan hal serupa. Begitu pula jawaban si tukang besi, sama dengan yang sudah-sudah.

Wanita itu kembali ke rumahnya dengan tangan kosong untuk kali ketiga.Ketika itulah, Allah memberikan hidayah-Nya kepada si tukang besi. “Sungguh celaka aku ini, seorang wanita mulia datang kepadaku, dan aku terus berlaku dzalim kepadanya,” tutur tukang besi dalam hatinya. “Ya Allah aku bertaubat kepada-Mu dari perbuatanku dan aku tidak akan mengganggu wanita itu lagi selamanya.”Si tukang besi itu bergegas mengambil makanan dan pergi ke rumah wanita itu. Diketuknya pintu rumah wanita itu. Tak lama berselang, kerekek…terlihat pintu terbuka dan muncullah sesosok wanita yang nampak kuyu. Melihat si tukang besi berdiri di depan pintu rumahnya, wanita itu bertanya, “Apa keperluanmu datang ke rumahku?”“Aku bermaksud mengantarkan sedikit makanan yang aku punya. Jangan khawatir, aku memberinya karena Allah,” jawab si tukang besi itu.“Ya Allah, jika benar apa yang dikatakannya, maka haramkanlah ia dari api di dunia dan akhirat,” tutur wanita itu seraya menengadahkan kedua tanganya ke langit.

Si tukang besi itu pulang ke rumahnya. Ia memasak makanan yang tersisa buat dirinya. Tiba-tiba secara tak sengaja bara api mengenai kakinya, namun kaki si tukang besi itu tidak terbakar. Bergegas ia menemui wanita itu lagi.“Wanita yang mulia, Allah telah mengabulkan doamu,” ujar si tukang besi.Seketika itu, wanita itu sujud syukur kepada Allah.“Ya Allah engkau telah mewujudkan doaku, maka cabutlah nyawaku saat ini juga.” Terdengar suara lirih dari mulut wanita itu dalam sujudnya. Allah kembali mendengar doanya. Wanita itupun berpulang ke Rahmatullah dalam keadaan sujud.Demikianlah kisah seorang wanita yang menjaga kehormatannya meskipun harus menahan rasa lapar yang tiada tara.

Setiap muslimah mestinya dapat mengambil i’tibar (pelajaran berharga) dari berbagai kisah wanita shalihah yang telah diuraikan di muka. Merekalah yang mestinya dijadikan suri tauladan dalam kehidupan keseharian, bukan para artis yang menawarkan gaya hidup hedonisme dan materialisme
Dikutip dari buku "Bidadari Dunia Potre Ideal Wanita Muslim", Muh. Syafi'i Al-Bantani

Tren Baru di Kalangan Wanita Terpelajar Inggris: Menjadi Mualaf


LONDON--Berita ipar Tony Blair yang mengumumkan konversi keyakinannya menjadi Muslim akhir pekan lalu membuka banyak cerita tentang para mualaf di Inggris. Harian Daily Mail menurunkan topik tak biasa di halam depan mereka: tentang tren baru keyakinan di Inggris. Hasil temuan mereka menyebut, ada tren di kalangan perempuan terpelajar di Inggris -- sebagian besar adalah wanita karier -- yang memilih Islam sebagai keyakinan baru mereka.

Ipar Tony Blair, Lauren Booth, 43 tahun, mengatakan dia sekarang memakai jilbab yang menutupi kepala setiap kali meninggalkan rumah. Ia juga mengaku melakukan shalat lima kali sehari dan mengunjungi masjid setempat kapanpun dia bisa.

Lauren berprofesi sebagai wartawan dan penyiar televisi. Dia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim enam minggu lalu setelah mengunjungi tempat suci Fatima al-Masumeh di kota Qom. "Ini adalah Selasa malam, dan saya duduk dan merasa ini suntikan morfin spiritual, hanya kebahagiaan mutlak dan sukacita," ujarnya.

Sebelum pergi ke Iran, ia mengaku telah tertarik pada Islam dan telah menghabiskan banyak waktu untuk bekerja sebagai wartawan di Palestina. "Saya selalu terkesan dengan kekuatan dan kenyamanan berada di tengah-tengah Muslimin," katanya.

Menurut Kevin Brice dari Swansea University, yang memiliki spesialisasi dalam mempelajari konversi keyakinan, menyatakan gelombang para wanita terpelajar Inggris yang beralih keyakinan menjadi Muslim merupakan bagian dari tren menarik.

"Mereka mencari inti spiritualitas, arti yang lebih tinggi, dan cenderung untuk berpikir secara mendalam sebelum memutuskan. Namun dalam konteks ini, saya menyebutnya fsebagai fenomena "mengkonversi kenyamanan". Mereka akan menganggap agama adalah alat menyenangkan suami Muslim mereka dan keluarganya, tapi tidak akan selalu menghadiri masjid, berdoa, dan berpuasa," ujarnya.

Benarkah demikian? Kristiane Backer, wanita 43 tahun dan mantan VJ MTV yang menjadi ikon kehidupan Barat liberal yang dirindukan remaja saat mudanya, menggeleng. "Masyarakat permisif yang saya dambakan ketika muda dulu ternyata sangat dangkal, tak memberi ketenteraman batin apapun," ujarnya.

Titik balik untuk Kristiane muncul ketika dia bertemu mantan pemain kriket Pakistan dan seorang Muslim, Imran Khan pada tahun 1992. Dia membawanya ke Pakistan. Di negara kekasihnya itu, dia segera tersentuh oleh spirtualitas dan kehangatan dari orang-orang Islam di negara itu.

"Meskipun kemudian hubungan asmara saya dengan Imran Khan kandas, semangat saya mempelajari Islam tak turut kandas. Saya mulai mempelajari Islam dan akhirnya menjadi mualaf," ujarnya.

Menurutnya, Islam adalah agama bervisi. "Di Barat, kami menekankan untuk alasan yang dangkal, seperti apa pakaian untuk dipakai. Dalam Islam, semua orang bergerak ke tujuan yang lebih tinggi. Semuanya dilakukan untuk menyenangkan Tuhan. Itu adalah sistem nilai yang berbeda," tambahnya.

Untuk sejumlah besar wanita, kontak pertama mereka dengan Islam berasal dari kencan pacar Muslimnya. Lynne Ali, 31, dari Dagenham di Essex, mengakuinya. Di masa lalu, hidupnya hanyalah pesta. "Aku akan pergi keluar dan mabuk dengan teman-teman, memakai pakaian ketat dan mengerling siapapun lelaki yang ingin aku kencani," ujarnya.

Di sela-sela pekerjaannya sebagai DJ sebuah kelab malam papan atas London, ia menyempatkan ke gereja. Tetapi ketika ia bertemu pacarnya, Zahid, di universitas, sesuatu yang dramatis terjadi."Dia mulai berbicara kepadaku tentang Islam, dan itu seolah-olah segala sesuatu dalam hidupku dipasang ke tempatnya. Aku pikir, di bawah itu semua, aku pasti mencari sesuatu, dan aku tidak merasa hal itu dipenuhi oleh gaya hidup hura-huraku dengan alkohol dan pergaulan bebas."

Pada usia 19 tahun, Lynne memutuskan menjadi mualaf. "Sejak hari itu pula, aku memutuskan mengenakan jilbab," ujarnya. "Ini adalah tahun ke-12 rambut saya selalu tertutup di depan umum. Di rumah, aku akan berpakaian pakaian Barat normal di depan suami saya, tapi tidak untuk keluar rumah."

Survei YouGov baru-baru ini menyimpulkan bahwa lebih dari setengah masyarakat Inggris percaya Islam adalah pengaruh negatif yang mendorong ekstremisme, penindasan perempuan dan ketidaksetaraan. Namun statistik membuktikan konversi Islam menunjukkan perkembangan yang signifikan. Islam adalah, setelah semua, agama yang berkembang tercepat di dunia. "Bukti menunjukkan bahwa rasio perempuan Barat mengkonversi untuk laki-laki bisa setinggi 2:1," kata sosiolog Inggris, Kevin Brice.

Selain itu, katanya, umumnya perempuan mualaf ingin menampilkan tanda-tanda dari agama baru mereka - khususnya jilbab - walaupun gadis Muslim yang dibesarkan dalam tradisi Islam justru malah memilih tak berjilbab. "Mungkin sebagai akibat dari tindakan ini, yang cenderung menarik perhatian, Muslim mualaflah yang sering melaporkandiskriminasi terhadap mereka daripada mereka yang menjadi Muslimah sejak lahir," tambahnya.

Hal itu diakui Backer. "Di Jerman, ada Islamophobia. Saya kehilangan pekerjaan saya ketika saya bertobat. Ada kampanye untuk melawan saya dengan sindiran tentang semua Muslim mendukung teroris - intinya saya difitnah. Sekarang, saya presenter di NBC Eropa," ujarnya.

Hal itu diamini Lyne. "Aku menyebut diriku seorang Muslim Eropa, yang berbeda dengan mereka yang menjadi Muslim sejak lahir. Sebagai seorang Muslim Eropa, saya mempertanyakan segala sesuatu - saya tidak menerima secara membabi-buta. Dan pada akhirnya harus diakui, Islam adalah agama yang paling logis secara logika," ujarnya.

"Banyak perempuan mualaf di Inggris juga mengkonversi agamanya karena tertarik dengan kehangatan hubungan di antara sesama Muslim. "Beberapa tertarik untuk merasakan kembali nilai-nilai yang telah mengikis di Barat," kata Haifaa Jawad, dosen senior di Universitas Birmingham, yang telah mempelajari fenomena konversi agama. "Banyak orang, dari semua lapisan masyarakat, meratapi hilangnya tradisi menghargai orang tua dan perempuan, misalnya. Ini adalah nilai-nilai yang termuat dalam Quran, yang umat Islam harus hidup dengannya," tambahnya Brice.

Nilai-nilai seperti ini pula yang menarik Camilla Leyland, 32, seorang guru yoga yang tinggal di Cornwall, pada Islam. Ia seorang ibu tunggal untuk anak, Inaya, dua tahun. Ia mengaku menjadi Muslim pada pertengahan usia 20-an untuk 'alasan intelektual dan feminis'.

"Aku tahu orang akan terkejut mendengar kata-kata 'feminisme' dan 'Islam' dalam napas yang sama, namun pada kenyataannya, ajaran Alquran memberikan kesetaraan kepada perempuan, dan pada saat agama itu lahir, ajaran pergi terhadap butir masyarakat misoginis," tambahnya.

Selama ini, orang salah memandang Islam, katanya. "Islam dituduh menindas wanita, namun yang aku rasakan ketika dewasa, justru aku merasa lebih tertindas oleh masyarakat Barat."

Tumbuh di Southampton - ayahnya adalah direktur Institut Pendidikan Southampton dan ibunya seorang
ekonom - Camilla pertama kali bersinggungan dengan Islam di sekolah. Ia mengenal Islam saat kuliah dan kemudian mengambil gelar master di bidang Studi Timur Tengah. Ketika tinggal dan bekerja di Suriah, ia menemukan pencerahan spiritual.

Merefleksikan apa yang dia baca di Alquran, ia menyadari bahwa islamlah yang dicarinya selama ini. "Orang-orang akan sulit untuk percaya bahwa seorang wanita yang berpendidikan tinggi dari kelas menengah akan memilih untuk menjadi Muslim," katanya, menirukan komentar ayahnya saat itu. Namun ia mantap menjadi Muslimah.

Kini, ia yang mengaku tak pernah meninggalkan shalat lima waktu tapi belum berjilbab ini menyatakan dirinya telah "merdeka". "Saya sangat bersyukur menemukan jalan keluar bagi diri saya sendiri. Saya tidak lagi menjadi budak masyarakat yang rusak."

Red: Siwi Tri Puji B
Sumber: Daily Mail

dikutip dari : republika.co.id

26.10.10

"Menipu" Tuhan


Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit.

Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya, "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"



"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang pertama.

"Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan." kata Abu Nawas.

Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.

Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang kedua.

"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan." kata Abu Nawas. Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.

Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang iebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang ketiga.

"Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima aiasan Abu Nawas.

Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas. Karena belum mengerti seorang murid Abu Nawas bertanya. "Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?"

"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati."

"Apakah tingkatan mata itu?" tanya murid Abu Nawas. "Anak kecil yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas mengandaikan.

"Apakah tingkatan otak itu?" tanya murid Abu Nawas. "Orang pandai yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.

"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.

"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. la tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan KeMaha-Besaran Allah."

Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi.

"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?"

"Mungkin." jawab Abu Nawas.

"Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu.

"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas

"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru." pinta murid Abu Nawas

"Doa itu adalah : llahi lastu lil firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi.

Sedangkan arti doa itu adalah : Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar

29.9.10

Mengapa Hawa tercipta saat Adam tertidur dan Hawa melahirkan saat dirinya terbangun??


Seorang laki-laki jika dia kesakitan, maka dia akan membenci. Sebaliknya wanita, saat dia kesakitan, maka semakin bertambah sayang dan cintanya,, Seandainya Hawa diciptakan dari Adam As saat Adam terjaga, pastilah Adam akan merasakan sakit keluarnya Hawa dari sulbinya, hingga dia membenci Hawa. Akan tetapi Hawa diciptakan dari Adam saat dia tertidur, agar Adam tidak merasakan sakit dan tidak membenci Hawa. Sementara seorang wanita akan melahirkan dalam keadaan terjaga, melihat kematian dihadapannya, namun semakin sayang dan cinta nya kepada anak yang dilahirkan bahkan ia akan menebus nya dengan kehidupannya.


Sesungguhnya Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk yang bengkok yang tugasnya adalah melindungi Qalbu(jantung, hati nurani). Oleh karena itu, tugas Hawa adalah menjaga qalbu. Kemudian Allah menjadikan nya bengkok untuk melindungi qalbu dari sisi yang kedua. Sementara Adam diciptakan dari tanah, dia akan menjadi petani, tukang batu, tukang besi, dan tukang kayu. Wanita selalu berinteraksi dengan perasaaan, dengan hati, dan wanita akan menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang, seorang saudari yang penyayang, seorang putri yang manja, dan seorang istri yang penurut.


Dan wajib bagi Adam untuk tidak berusaha meluruskan tulang yang bengkok tersebut, seperti yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad SAW, “jika seorang lelaki meluruskan yang bengkok tersebut dengan serta merta, maka dia akan mematahkannya.” Maksud nya adalah dengan kebengkokan tersebut adalah perasaan yang ada pada diri seorang wanita yang mengalahkan perasaan seorang laki-laki.


Maka wahai Adam janganlah merendahkan perasaan Hawa, dia memang diciptakan seperti itu. Apabila seseorang wanita mengatakan dia sedang bersedih, tetapi dia tidak menitikkan airmata, itu berarti dia sedang menangis di dalam hatinya. Apabila dia tidak menghiraukan kamu setelah kamu menyakiti hatinya, lebih baik beri dia waktu untuk menenangkan hatinya sebelum kamu meminta maaf. Dan wanita sulit untuk mencari sesuatu yang dia benci untuk orang yang paling dia sayang

26.9.10

Jenazahku Engkau Yang Memandikan


Oleh Abdul Mutaqin

Manisnya madu perkawinan selama sepuluh tahun terakhir masih terasa kental di bibir hatinya yang dalam. Wanita yang dinikahi saat duduk di bangku kuliah semester tujuh itu benar-benar telah menghadirkan “kesempurnaan” nya sebagai lelaki, sebagai suami dan ayah bagi anak-anaknya. Hingga kehadiran anak ketiga mereka, ritual kemesraan dan kehangatan mu’asyarahmasih dirasakan seperti dulu, seperti awal pengantin baru. Selalu saja rasa cinta dan sayang isterinya itu, mampu menutupi segala cela yang biasa terjadi layaknya di setipa rumah tangga. Meskipun ada yang kadang terlupa, seperti teh hangat yang luput di sore hari kepulangannya setelah bekerja, isterinya bisa mengalihkannya dengan hal lain yang membahagiakan dan menghapus rasa haus dan letihnya. Bahkan kenikmatan regukan teh Tong Tji kesukaannya, tidak berarti apa-apa saat isterinya mengatakan,

“Ayah, saya telah menunggumu sejak seperempat jam yang lalu. Ingin segera melihat senyummu yang khas dan menakjubkan”.
Maka dipeluknya mesra wanita itu dengan senyum yang dibanggakannya. Barulah ia mencari anak-anaknya dan menciumnya adil satu persatu. Setelah itu, ia berbisik di ujung anak telinga isterinya yang putih dengan lembut,
”Wah, gara-gara senyumku, teh Tong Tjinya kelupaan”.
Seperti biasa, segera isterinya menyela. Bahkan cerdiknya ia, selaannya sering disesuaikan dengan konteks hidup suaminya. Ia tahu bahwa suaminya sedang dituntut mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris, spontan ia berujar,
”Wait a minute, honey. I will be back with your favorite cup of tea”.

Bagai rembulan yang turun di pangkuannya, terkesima. Hampir biasa ia mendengar ungkapan seperti itu, seperti biasanya melihat bulan purnama di langit yang tinggi. Tetapi kala ungkapan itu meluncur lancar dari bibir isterinya, seolah purnama sengaja turun menghampirinya dan mempertontonkan pesona kecantikannya yang tanpa cela. Maka puaslah hatinya mendapatkan wanita pilihan Tuhan di rumah tangganya. Kadang ia sendiri menerka-nerka, inikah yang dimaksud sakiinah, mawaddah dan rahmah?

Dalam pengalaman empirik pribadinya, kebahagiaan dan kepuasan pada pasangan hidup dapat diperoleh tidak hanya pada saat berada dalam satu selimut. Tetapi ia bisa diraih hampir di seluruh sudut ruang rumah tangganya. Saat ia ditemani di atas sajadah dalam tahajjud malam, saat wanita itu membuka sepatunya di teras rumah, saat membalurinya dengan telon karena cuaca dingin di pojok sofa, bahkan saat membantu isterinya menautkan resleting di punggung baju gamis isterinya. Ada kepuasaan saat ia dilayani dan melayani, meskipun pada hal yang sangat sepele saja.

Maka sering ia merasa miris mendengar ocehan para lelaki yang hanya sanggup mengukur kepuasan berumah tangga hanya dari sudut tempat tidur dan mengabaikan sisi lumrah dari perhatian pasangan hidupnya. Seolah-olah ukuran kepuasan rumah tangga hanya diukur dari termometer tinggi rendahnya suhu saat di ranjang privat. Sementara suguhan secangkir teh, menautkan dasi di leher atau memilihkan warna dasi yang cocok dengan warna kemeja dianggap hal biasa yang tidak perlu diapresiasi sebagai sebuah kepuasan.
Lebih terheran-heran ia, apabila mendengar ada suami ringan tangan menyakiti badan, pahit lidah menyakiti hati dan masam muka yang membuat gundah atas isterinya. Tetapi saat malam merayap pelan dan suasana menjadi temaram, dengan tanpa merasa bersalah ia membuka seluruh tabir yang melekat di tubuh isterinya sampai ia kelelahan dan bermandi peluh. Bukan hanya ia yang keheranan, bahkan manusia terbaikpun begitu terheran-heran dengan perlakuan suami macam ini. Imam Bukhari ada menuliskan dalam sahihnya, hadits nomor 4805 demikian:

Abdullah bin Zam'ah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian memukul isterinya, seperti ia memukul seorang budak, namun saat hari memasuki waktu senja ia pun menggaulinya."
Sebagai suami, ia merasa bukan suami super dengan gaji besar dan kedudukan yang mapan. Bahkan jika gajinya dimatematikakan, ha ha ha, kalau bukan karena modal ikhlas menerima pemberian Tuhan, rasa-rasanya akan hilang kesabaran hidup dengan penghasilan yang habis dalam hitungan dua minggu. Itu pula yang sering ia keluhkan pada isterinya di sela-sela pengantar tidur malamnya.
Dalam penampilan, wajahnya pun tergolong biasa saja, tidak tampan juga tidak amat mengecewakan. Namun wanita di sampingnya itu tetap menganggapnya sebagai laki-laki terbaik dalam hidupnya. Itu diketahuinya dari membuka diary milik isterinya diam-diam saat ia sudah terlelap.

Benarlah kata seorang motivator, bahwa jangan pernah sepelakan kata-kata. Kata-kata bisa mengubah hal kecil menjadi besar, hal biasa menjadi istimewa dan impian menjadi kenyataan.
Satu hal yang kadang terlupakan, bahwa seorang suami adalah motivator bagi isterinya. Seringkali pula, kesuksesan seorang lelaki terwujud karena wanita di sampingnya menjadi inspirasi yang mengantarkan kesuksesannya itu.

Begitulah setiap hari ia lewatkan dalam kebersahajaan bersama pendamping hidup yang telah memberinya tiga buah hati titipan Tuhan. Tetapi dari seluruh ingatan manis yang membekas di relung sukma romantisme perkawinannya ada satu sesi yang paling keras membekas. Saat laut menjadi saksi bisu perbincangan ala sufi dengan wanita ibu dari anak-anaknya itu.

Senja itu menjadi tidak terlupakan olehnya. Saat menikmati mentari hampir tenggelam di pantai laut Anyer setengah tahun lalu. Perbincangan mereka menjadi sangat serius dan liat. Tidak seperti biasanya yang santai dan cair. Apalagi, deru ombak seolah ingin terlibat dalam obrolan mereka berdua. Sambil jemari mereka bertaut, mereka keheranan bahwa mereka masih menyimpan berjuta-juta kemesraan di saat telah memiliki dua putra dan seorang putri. Genggaman tangan mereka masih dirasakannya bergetar seperti zaman seminggu menikah sepuluh tahun lalu. Apalagi suasana pantai yang romantis, di atas kelembutan pasir laut, deru ombak yang bersahutan dan nyanyian camar yang seolah menggoda seperti selaksa pantun yang melenakan. Romantisme itu terusik.

”Suamiku, kelak aku ingin mati lebih dulu darimu”.

Hatinya melonjak, terkejut dan terpana. Ia gagap sesaat. Hampir ia kehilangan kesimbangan di atas romantisme yang memuncak dan tiba-tiba limbung. Seolah ia tidak siap sebagaimana ia selalu siap menikmati kearifan dan kelembutan kalimat dari bibir isterinya.
Tiba-tiba pendengarannya kacau, suara debur ombak menjadi gemuruh yang mengancam. Nyanyian camar berubah menakutkan seperti berita duka yang menggema. Tiba-tiba perasaan hatinya berubah galau. Pasir laut terasa tidak lagi lembut dan sejuk, tetapi seperti tusukan duri semak dan mendidih. Temaram senja tidak lagi menggairahkan, tetapi seperti tanda bahwa hari akan segera berakhir. Hatinya kecut, pikirannya kusut masai.

”Bunda, kok ngomongnya begitu?”, terbuka juga bibirnya yang sejak tadi terkatup rapat. Dadanya yang seolah sesak, mulai kendur dan teratur nafasnya lebih halus.
”Loh, kan kita pasti semua akan mati. Tidak ada di antara kita yang kuasa menolak kehadirannya cepat atau lambat. Andaikan ada obat agar orang tidak bisa mati, saya ingin membelinya banyak dan meminumnya teratur supaya saya tetap bisa mendampingimu, suamiku”.
”Tapi mengapa harus kita ucapakan ingin duluan atau belakangan? Biarkanlah ia datang tanpa kita mengharapnya, asalkan kita sama-sama siap mengahadapinya. Bukankah ini lebih menentramkan isteriku?”.

Alam seolah turut campur dalam perbincangan itu. Seolah ia memberi isyarat supaya mereka mengambil jeda untuk diam. Maka dialog terputus dalam beberapa saat, diisi oleh musikalisasi laut yang sambung-menyambung. Seperti iklan di TV pengiring sinetron kesukaan para ibu. Dalam diam mereka berdua sesekali menatap, persis remaja tanggung yang sedang kasmaran.
”Apakah suamiku kali ini tidak berkenan atas ucapanku?”
”Hmm, mungkin tidak pada isinya sayangku. Tapi, bukankah saat seperti ini sebaiknya kita menikmati keindahan Kasih Tuhan dalam kemesraan kita? Kita mengingat Tuhan dalam romantisme kehidupan rumah tangga kita yang masih saja hangat”.
”Jadi, tidak bolehkah kita ingat mati saat kita menjalin kemesraan? Padahal kematian sendiri datang tanpa kompromi”.

Kali ini suara ombak terasa lebih lembut seolah tersihir kalimat sufistik istrinya soal kematian. Tanpa dituntun, alam pikirannya berdiskusi bahwa memang kelalaian manusia mengingat Tuhan seringkali terjadi karena manusia enggan mengingat mati di saat senang. Tuhan lebih didekati di saat kritis dan kepepet. Sementara di saat lapang dan suka cita, urusan Tuhan dan kematian sengaja dikesampingkan sementara waktu. Jadilah manusia tenggelam dalam kemewahan hidup dan lupa beratnya hidup sesudah mati.
”Bunda, kalau boleh, aku ingin mati bersamaan dengan kematianmu. Agar aku tidak merasa cemburu yang bisa saja akan ada lelaki yang meminangmu setelah kematianku. Atau aku akan tergoda berpaling pada wanita lain setelah kepergianmu”.
”Tidak sayang. Siapa yang akan memandikanku kelak jika kita wafat bersamaan. Biarlah aku yang duluan dan aku puas jika jenazahku Engkau yang memandikan”.
”Sama saja. Aku juga baru merasa puas jika jenazahku Engkau yang memandikan”.
Tiba-tiba tawa keduanya pecah seiring senja yang semakin tua. Langit semakin kemerahan dengan warna tembaganya yang khas. Terlihat tangan mereka saling menggapit. Saling mencubit mesra seperti layaknya kemesraan bulan madu. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh teriakan tiga bocah kecil yang berlarian sambil melambaikan tangan.
”Ayaaaah, Bundaaaa ... ”.

Ketiga anaknya berlarian berebutan ingin duluan menubruk ayah bundanya. Keringat mereka berkilat-kilat ditimpa cahaya lampu tepi pantai yang sudah menyala seluruhnya. Berlima kemudian mereka tertawa riang berpelukan. Si bungsu memilih mendekap bundanya seolah tidak ingin dilepaskan. Sementara kedua tangan lelaki suaminya digandeng anak pertama dan keduanya.
Suara adzan Maghrib terdengar sayup-sayup. Berlima mereka pulang ke penginapan dan menghabiskan malam dengan senyum kebahagiaan. Sebuah kenangan yang tidak tertandingi indahnya sepanjang kenangan.
-------
Ciputat, September 2010.
abdul_mutaqin@yahoo.com

sumber: http://www.eramuslim.com/

14.9.10

Tamu Yang Datang Menjelang Lebaran

Cerpen Rachmat H. Cahyono
1. Malam itu, di kamar mereka, Arman menunggui istrinya dengan pandangan bertanya. Sorot matanya menuntut penjelasan. Sebagai suami --predikat yang telah disandangnya selama bertahun-tahun-- ia cukup peka untuk bisa ikut merasakan, Alia sesungguhnya tak menghendaki kehadiran ayahnya sendiri di rumah mereka. Setelah tiga hari berlalu, terasa kehadiran orang tua itu telah menyerap semua kehangatan suasana yang tadinya selalu mewarnai rumah mereka menjelang datangnya Hari Lebaran. Ia tahu siapa sesungguhnya sumber penyebab perubahan itu. Bukan orang tua itu, tetapi Alia, istrinya sendiri.

"Ceritakan semuanya, Alia, ceritakan," pinta Arman dengan lembut sambil memeluk istrinya. Alia memejamkan matanya. Kalau boleh memilih, ia justru ingin tetap bungkam dan mencoba mengubur kenangan masa silam itu. Wajahnya tampak berat. Alangkah sukarnya menghapus kenangan buruk itu. Alia memandang wajah suaminya. Dari sorot mata Arman, Alia tahu suaminya kali ini tidak ingin dibantah.

2. Lebaran. Tanah boleh basah. Udara boleh lembap. Angin menyelusup di sela-sela daun gugur. Awan kelabu. Matahari sembunyi di baliknya. Hujan tiba-tiba rajin membasahi bumi. Kota menjadi basah. Terus-menerus basah. Juga jalan-jalan dan halaman rumah. Orang-orang bergegas menghindarinya. Genteng-genteng coklat di perumahan yang tumbuh merapat, berubah warna menjadi lebih tua dari biasanya.

Lebaran. Bau rumput dan dedaunan basah. Di halaman. Di taman-taman kota. Itu kemewahan tersendiri dalam kehidupan metropolitan yang akrab dengan debu dan polusi. Ya, tak ada alasan untuk tidak mencintai hari Lebaran. Ketika bumi sejenak istirah, dan matahari terasa lebih ramah. Ya, ya, bukan hanya matahari. Karena orang-orang juga berwajah lebih ramah daripada biasanya. Ada senyum di bibir. Di mata. Di hati. Ya, inilah hari Lebaran. Pada hari Lebaran, langit boleh kelabu, tapi tidak hatimu. Ini hukum tak tertulis yang seharusnya diyakini setiap orang ketika hari yang fitri itu datang. Seperti yang selama ini Alia yakini. Diam-diam.

Tapi tidak kali ini. Karena hantu dari masa silam itu telah datang. Lorong kelabu yang dalam dari masa silam itu muncul kembali dan siap menenggelamkannya. Padahal telah lama ia berupaya menghapus bayangan itu agar lenyap dari hatinya. Upaya itu sia-sia belaka, sama sia-sianya mencoba mencegah matahari terbit dari timur. Ya, setiap orang punya masa silam yang mungkin terlalu pahit untuk dikenangkan kembali. Alia percaya, selalu ada sebuah kamar rahasia dalam hatimu, tempat kaubisa menyimpan semua cerita dukamu, dan menguncinya rapat-rapat karena kau enggan berbagi dengan orang lain. Atau kau tak menghendaki cerita itu tiba-tiba meluncur dari mulutmu. Dalam hati kau berharap waktu bisa menyembuhkan luka masa silammu. Tapi ternyata tidak mudah. Karena waktu ternyata memiliki luka dan dukanya sendiri.

Diam-diam, terbayang kembali di benaknya peristiwa beberapa hari lalu. Rintik hujan gerimis dan bumi yang basah saat itu mempercepat terbukanya kembali luka-luka itu. Saat itu seorang lelaki tua tiba-tiba telah berdiri di ambang pintu rumahnya. Alia pangling. Namun, ia masih bisa mengenali lekuk-lekuk wajah lelaki tua itu yang tersimpan rapat-rapat di lubuk hatinya.

"Bapak?!" Suaranya terkesiap dan terkesan gamang. Ah, alangkah cepat tahun-tahun berlari. Lebih 30 tahun sudah, semenjak terakhir ia bertemu dengan orang tua itu.

"Siapa, Alia?" Arman muncul dan berdiri di belakangnya, ikut menatap dengan pandangan bertanya kepada tamu yang datang tanpa diundang. Hening sesaat. Hanya suara hujan yang asyik menari di atas genteng yang pucat coklat. Di antara daun-daun tanaman penghias halaman.

Alia masih terkesima, tak tahu harus berkata apa. Orang tua itu, dengan suara pelan, memperkenalkan dirinya kepada Arman. Dengan sebat Arman mempersilahkan orang tua itu masuk ke rumah mereka.

Begitulah, tiga hari berlalu semenjak kehadiran ayahnya yang begitu tiba-tiba di rumah mereka. Tiga hari yang meletihkan sekaligus menyakitkan. Karena Alia --tanpa diinginkannya-- terpaksa mengingat kembali luka-luka kehidupan masa silamnya. Ia harus mengakui dengan getir: semua ceritanya kepada keluarganya selama ini dusta!

3. Masa kecil Alia sesungguhnya tidak terlalu buruk. Memang tidak bisa dibandingkan dengan anak-anak sekarang yang terbiasa dengan berbagai permainan elektronik dan komputer. Namun, tetaplah bukan masa kecil yang buruk. Justru ia merasa masa kanak-kanaknya lebih berwarna dibandingkan anak-anak sekarang. Ia dapat menikmatinya secara wajar bersama teman-teman di desanya. Bermain di bawah sinar bulan, membuat sendiri permainannya, atau berlarian di pinggir sungai mengejar capung yang beterbangan. Alia kecil juga cukup bangga dengan ayahnya yang pernah ikut berjuang pada masa revolusi kemerdekaan dulu sehingga memperoleh bintang gerilya yang terbuat dari perunggu. Ayahnya selalu memamerkan bintang gerilya itu dengan bangga kepadanya.

Keadaan berubah menjelang Alia menamatkan sekolah dasar. Alia kecil tentu belum paham mengenai krisis ekonomi dan krisis politik yang terjadi di negaranya waktu itu, pada tahun 1960-an. Yang ia tahu hanyalah, makanan dan pakaian semakin sulit didapatkan. Jenis makanan favoritnya yang biasa dihidangkan ibunya menghilang dari meja makan. Bahkan ada orang mati kelaparan di desanya. Yang lebih mujur bergentayangan seperti mayat hidup berperut bengkak karena busung lapar.

Samar-samar, terdengar berita bahwa kaum komunis mencoba melakukan pemberontakan dan merebut kekuasaan. Di Jakarta, terjadi pembunuhan terhadap beberapa jenderal Angkatan Darat. Meskipun tidak paham, Alia kecil menyadari, ada sesuatu yang menakutkan menguasai sekitarnya. Ayahnya semakin sering menghadiri rapat-rapat umum dan jarang pulang ke rumah. Sikapnya semakin keras terhadap siapa pun. Bahkan terhadap keluarganya sendiri.

"Sayangku, semua itu terjadi lebih 30 tahun lalu. Banyak orang menderita karena pertarungan politik waktu itu, bukan hanya keluargamu," Arman menyela cerita istrinya. Ia mencoba menghibur Alia yang berlinangan air mata ketika mulai menceritakan masa lalu keluarganya.

Alia terdiam sejenak dan membersihkan matanya yang berkabut. Batinnya membenarkan apa yang dikatakan Arman. Politik? Ah, siapa yang tidak tahu. Politik tidak hanya mampu mengubah wajah sebuah negeri. Politik juga mampu menembus relung-relung kehidupan paling pribadi, mengubah perjalanan hidup seseorang, sebuah keluarga. Dan menghancurkannya.

"Kurasa sudah saatnya kau mengubur semua itu dan menata kembali hidupmu. Kau masih memiliki kami, aku dan anak-anak. Please, honey. Jangan biarkan masa silam memerangkapmu," Arman terus mencoba membesarkan hatinya.

Dengan mata berkaca-kaca, Alia memandang suaminya tercinta. Suasana kamar tidur mereka mendadak senyap. Ia tahu tidak semudah itu. Apa yang terjadi pada keluarganya adalah tragedi. Seperti juga dialami banyak keluarga lain pada waktu itu.

Seperti setengah bermimpi, dengan lirih Alia berkata, "Kau tahu, sayang. Permainan politik dan kekuasaan bukan hanya mampu mengubah wajah sebuah negeri, tetapi juga mampu mengubah seorang ayah menjadi makhluk kejam yang dibenci keluarganya sendiri."

"Apa maksudmu, Alia?" Alia terdiam sejenak. Bahunya bergoncang. Ia mencoba mengumpulkan kekuatan dalam dirinya. Ia merasa, sekaranglah saatnya. Ya, sekaranglah saatnya menceritakan semuanya. Berbagi beban itu dengan suami dan keluarganya tercinta.

Waktu merambat pelan. Dengan takjub Arman mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut istrinya. Diam-diam timbul kesadaran dalam dirinya: betapa selama ini ia tak cukup mengenal siapa istrinya, dan luka macam apa yang diderita dalam hati perempuan yang dicintainya itu.

Ah, siapa menyangka masa silam istrinya begitu pahit. Itu dimulai ketika ayahnya berubah sikap menjadi keras dan revolusioner. Tidak hanya terhadap orang-orang sedesa yang dinilainya berbeda aliran politik, tetapi juga kepada keluarganya sendiri.

"Ketika Ibu membanting tulang untuk menghidupi keluarga, Bapak malah menghabiskan waktunya untuk kepentingan partai. Aku malah pernah melihat Bapak memukuli seorang sepupunya sendiri bernama Sapardi, sampai babak belur dan pingsan, hanya karena berbeda pandangan politik. Kau bisa membayangkan kalau ayahmu berubah menjadi seorang algojo yang siap mengganyang siapa saja yang berbeda pandangan dengannya? Aku pernah mengalaminya. Aku pernah melihatnya langsung beraksi dengan tongkat kayu jati kesayangannya. Kau bisa membayangkan perasaanku sebagai anak-anak waktu itu, Mas Arman?"

Arman menggeleng. Masa kanak-kanaknya jauh lebih beruntung daripada Alia. Ia tahu trauma semacam itu tentu akan membekas bertahun-tahun di benak seorang anak. Terukir seperti lukisan kuno di dinding goa yang gelap.

Puncaknya adalah ketika sang Bapak memutuskan meninggalkan keluarganya untuk mengawini seorang perempuan muda aktivis partainya, dekat menjelang peristiwa pemberontakan yang akhirnya membawa sang Bapak dan orang-orang partainya ke balik tembok penjara.

"Kami --termasuk almarhum Ibu-- lalu meninggalkannya. Kami hapuskan nama Bapak dari hidup kami," suara Alia terdengar begitu dingin. "Oh, sayangku," Arman memeluk istrinya. "Maafkan aku karena tidak pernah mengetahui masa lalumu yang begitu pahit. Kenapa tidak dari dulu kau berbagi cerita dan kesedihanmu denganku dan anak-anak kita?"

"Aku tidak tahu. Kucoba melupakannya, ternyata tidak mudah melakukannya." Dengan mata berkaca-kaca Arman memandang istrinya yang tampak begitu kusut dan letih.

"Apa yang harus kulakukan?" Nada suara Alia terdengar begitu putus asa. Hening sejenak. Waktu berlalu tanpa suara, sebelum lelaki berwajah sabar itu kembali memeluk istrinya, berbisik dengan lembut ke telinganya, "Aku tahu apa yang harus kau lakukan, Alia. Berdamailah dengan dirimu sendiri. Kau pasti bisa melakukannya. Aku dan anak-anak akan mendukungmu sepenuhnya."

4. Fajar mulai merekah di ufuk timur. Suara takbir terdengar bersahut-sahutan dari pengeras suara masjid. Dunia mulai terbangun. Bapaknya tampak terperanjat begitu menyadari kehadirannya. Suasana taman di depan rumah Alia menjadi sunyi sesaat. Alangkah sulitnya bagi Alia memulai percakapan di antara mereka.

Awalnya, yang muncul hanyalah kalimat-kalimat pendek, percakapan yang tersendat-sendat mengenai hal-hal remeh. Sampai akhirnya justru orang tua itu yang lebih dulu menyinggung masa lalu mereka.

"Bapak mengira akan tahan menghadapi semua ini, Alia. Ah, kesepian itu, alangkah mengerikan. Semoga kau tidak akan pernah mengalami di masa tuamu nanti."

Alia diam, berharap orang tua itu menyelesaikan kalimatnya. "Bapak telah banyak melakukan kesalahan dalam hidup, sampai dimusuhi anak-anak sendiri. Itu mimpi paling buruk bagi setiap orang tua."

Orang tua itu menyinggung keinginannya yang telah disimpan bertahun-tahun. Ia bercerita bagaimana sedikit-sedikit ia mencoba mengumpulkan keberanian untuk menemui anak-anaknya.

"Bertahun-tahun keinginan bertemu kau dan adik-adikmu Bapak buang jauh-jauh. Bapak merasa kehilangan muka. Kesalahan Bapak terlalu besar kepada kalian dan kepada almarhum ibumu."

Kebekuan di hatinya mulai mencair seperti kotak eskrim terkena sinar matahari. Ia menangkap getar kepedihan dari suara bapaknya. "Pada akhirnya Bapak datang juga ke sini. Mengapa?" Sejenak orang tua itu terdiam. Suara burung menyapa pagi bergema di halaman.

"Maaf dari anak-anak di hari Lebaran. Itu yang mendorong Bapak menemuimu. Bertahun-tahun Bapak berdoa agar bisa diterima kembali oleh anak-anakku. Sebelum Tuhan?," sang ayah menunduk, tidak mampu menyelesaikan kalimatnya.

Terang tanah. Namun, Alia masih dapat merasakan kehadiran embun di halaman, membuat batinnya ikut merasakan kesejukan. Mendadak ia terdiam, kehilangan kata-kata, masih terkesima dengan apa yang baru saja didengarnya.

Entah apa yang menggerakkannya, tiba-tiba saja Alia menghampiri orang tua itu. Ia mencoba tersenyum dan menarik tangan orang tua itu ke dalam genggamannya. Tanpa kata. Alia tidak tahu, apakah sekarang ia sudah bisa memberi maaf sepenuhnya kepada orang tua itu. Namun, jika ada pertanyaan dari suaminya nanti, ia akan menjawab: ia telah siap terlahir kembali sebagai manusia baru yang mencoba berdamai dengan diri dan masa silamnya sendiri.

Jakarta, Ramadhan 1425 H

10.9.10

DOA DAN TINDAKAN

"Masalah yang terjadi karena kurangnya tindakan, hanya bisa diperbaiki dengan tindakan.

Orang yang berdoa tapi tidak bertindak, berdoa lagi dan tetap tidak bertindak, dan hanya berdoa tanpa bertindak, beresiko kehilangan kepercayaan kepada doanya sendiri.

Jika kita telah melebihkan doa tetapi kurang bertindak, kita harus melebihkan tindakan tanpa mengurangi doa.

Tindakan adalah bukti keseriusan doa."
-Mario Teguh-

4.9.10

MAKNA GERAKAN SHOLAT


Agan dan Aganwati berikut ini ane gambarkan makna gerakan sholat dari simbol setiap gerakan dengan nara sumber dari kakek tua banget dulu banget. Semoga jadi pendekatan untuk Agan dan Aganwati lebih memahami dan memicu untuk mempelajari lebih dalam lagi, sehingga ibadah Sholat Semakin Mantap
1. Takbiratul Ihram (Awal dan Akhir)
Pengawalan segala sesuatu, sbgm hidup dimulai kelahiran, sesuatu yg ada pasti ada awalnya. Dengan keimanan kita yakin bahwa semuanya berawal dari Allah. Maka dengan takbir kita mengembalikan kepada segala aktivitas kita adalah karena Allah, ujung rantai dari awal segala awal, tidak karena guru, orang tua, orang lain (rantai pengetahuan bahwa kita harus Sholat) atau karena rantai rasa takut, rasa terpaksa, tapi karena ujung rantai rasa itu sendiri Allah sang Pencipta Rasa. Takbiratul Ihram sebagai starting point Sholat, simbol starting perjalan hidup. Maknanya penyerahan totalitas pada yang Maha Awal bahwa karenaNya ada dan karenaNYa melakukan perjalanan hidup.
2. Berdiri (Gerak Perjalanan)
Berdiri lambang siap berjalan menjelajahi kehidupan, karena kalo duduk tidak mungkin berjalan, Tegak artinya kehidupan harus ditegakkan (ditumbuhkan) pada ruang waktu, iman harus ditegakkan, akhlak harus ditegakkan, amalan pribadi dan amalan sosial harus ditegakkan. Hadist : Sholat adalah tiang agama (agama didirikan/ditegakkan oleh sholat). Sebagaimana pohon tegak lalu pada titik ketinggian optimum kemudian berbuah. Dalam perjalanan itu kita memakan energi di bumi lalu diproses dengan aturan hukum Allah dan memeliharanya supaya tidak dirusak hama/penyakit untuk menghasilkan buah (hakikat hidup). Buah itu untuk bekal perjalanan kehidupan selanjutnya. Tanpa tegak ruang hidup tidak ada, karena tegak, maka ada titik atas dan bawah dalam satu garis dan bergerak sehingga menciptakan ruang. Sederhananya karena kita berdiri tinggi atap rumah kita tidak kurang dari 1 m, tapi bahkan lebih tinggi dari badan kita. Sehingga ada ruang rumah yang harus diisi. Begitu juga hidup jasmani dan ruhani kita harus ditegakkan dan ruang yang dihasilkannya harus diisi dengan keimanan, amal kebaikan, kesholehan, pengabdian yang iklas kepada Allah, dsb. Dalam tegak berdiri, posisi kepala tunduk, artinya dalam perjalanan hidup akan tunduk dan patuh pada segala Hukum dan Kehendak Allah bebas dari rasa kesombongan diri.Kedua tangan memegang ulu hati, simbol bahwa hati akan selalu dijaga kebersihannya dalam perjalanan hidup.
3. Rukuk (Penghormatan)
Mengenal Allah lewat hasil ciptaanNya . Dalam perjalanan hidup, pada ruang ciptaan Allah kita menemukan, menyaksikan dan merasakan bermacam-macam hal : tanah, air, gunung, laut, hewan, sistem kehidupan, rantai makanan, rasa senang, rasa sedih, rasa marah, kelahiran, kematian, pertengkaran, percintaan, ilmu alam, pikiran, manusia sekitar kita, Nabi Rosul , dsb pokoknya semua yang kita tahu dan kita rasa. Ini bukti bahwa Allah itu Ada sebagai Pencipta dari semua itu.
Dan kita tahu apabila tanpa petunjuk para Utusan Allah (Nabi dan Rosul) kita tidak akan tahu jika semua itu ciptaan Allah, dan dengan para UtusanNya kita tahu tujuan arah hidup serta cara mengisi hidup agar selamat. Sebagai contoh : suku primitif tanpa adanya bimbingan Agama, sesuai fitrah manusia tetap mengamati alam dan menyimpulkan bahwa ada yang menciptakan, tapi tidak tahu siapa Sang Pencipta sebenarnya, sehingga diekspresikan pada penyembahan batu, patung yang dianggap memiliki kekuatan penciptaan. Jadilah kita menghormati Para Utusan Allah (Rosul, Nabi, Malaikat) yang telah mengenalkan Allah pada kita serta menghormati langit bumi berserta isinya, serta termasuk kepada siapa yang mengenalkan Tuhan kepada kita seperti orang tua, guru. Penghormatan sebagai rasa terimakasih kita bahwa kita jadi tahu Tuhan itu seperti apa. Dalam penghormatan juga sebagai dinyatakan keinginan berpartisipasi untuk ambil bagian dalam pemeliharaan Ciptaan Allah ini dan tidak ingin merusaknya.
4. Itidal (Puja-puji pada Allah)
Kemudian kita berdiri lagi untuk mengisi perjalanan hidup dengan penuh puja dan puji pada Allah serta penuh syukur setiap saat sehingga tercipta kepatuhan dan ketaatan. Dengan mengetahui hasil ciptaan Allah maka akan tumbuh kekaguman dan kecintaan pada Allah sehingga tumbuh rasa cinta dan iklas atau dengan senang hati menjalani hidup sesuai Kehendak Allah.
5. Sujud (penyatuan diri dengan Kehendak Allah)
Jika berdiri di analogikan dengan perjalan jasadi maka Sujud dengan kaki dilipat, atau setengah berdiri adalah simbol dari perjalanan hati (rohani). Dangan sujud hati dan fikiran kita direndahkan serendahnya sebagai tanda ketundukan total pada segala kehendak Allah dan mengikuti segala kehendak Allah. Menyatu kan kehendak Allah dengan Kehendak kita. Contohnya :
Allah maunya kita Sholat, ya ane juga mau Sholat, kalo kata Allah jangan lakukan ya ane juga tidak akan lakukan, Kalau Allah tidak suka ya ane juga tidak suka, Kalau Allah cinta atau suka ya ane juga cinta dan suka pokoknya akin selalu sama (dan sehati) tidak akan sedikitpun bertentangan.
Dengan merekatkan kepala pada bumi dimana bumi adalah asal, tempat hidup dan tempat akhir hidup. Di bumi kita lahir di bumi kita menjalani waktu kehidupan, di bumi kita berladang amal, bumi menjadi saksi seluruh hidup kita, di bumi kita mati, di bumi kita dihukum (alam kubur). Merekatkan diri ke Bumi, bahwa awal dan akhir manusia dari dan ke bumi, berharap pada saat kematian keadaan diri kita sama saat dengan saat dilahirkan, yaitu dalam keadaan suci, sehingga bisa bertemu Allah.
Sujud dilakukan 2 kali dimaknai
Sujud pertama : penyatuan Kehendak Allah dengan Kehendak ruhani/hati/jiwa. Diselangi permohonan pada duduk antara 2 sujud
Sujud kedua : pernyataan Pengagungan Dzat Nya Allah personal antara makhluk dan Sang Pencipta, pernyataan ingin kembali pada Sang Pencipta akhir dari perjalanan.
6. Duduk antara 2 Sujud (Permohonan)
Pengungkapan berbagai permohonan pada Allah untuk memberikan segala kebutuhan yang diperlukan dalam bekal perjalanan menuju pertemuan dengan Allah, butuh sumber dukungan hidup jasmani dan ruhani, serta pemeliharaan dan perlindungan jasmani ruhani agar tetap pada jalan Allah.
7. Attahiyat : Pernyataan Ikrar
Tahap pemantapan, Karena perjalan hidup itu naik turun dan fitrah manusia tidak lepas dari sifat lupa maka perlu pemantapan yang di refresh dan diulang untuk semakin kokoh. Yaitu Ikrar Syahadat, dengan simbol pengokohan ikrar melalui telunjuk kanan. Sebelum Ikrar memberikan penghormatan untuk para Utusan Allah dan Ruh Hamba-hamba Sholeh (Auliya) yang melalui merekalah kita mengenal Allah juga melalui ajaranya kita dibimbing menujuNya dan menjadikan mereka menjadi saksi atas Ikrar kita. Sholawat menjadi pernyataan kebersediaan mengikuti apa yang diajarkan Rosululloh Muhammad SAW, dan menempatkannya sebagai pimpinan dalam perjalanan kita. Salam penghormatan kepada Bapak para Nabi Nabi Ibrohim yang menjadi bapak induk ajaran Tauhid. Kemudian diakhir dengan permohonan doa dan permohonan perlindungan dari kejahatan tipuan Dajal / Iblis untuk menjaga perjalanan tetap pada keselamatan dan berhasil mencapai Allah.
8. Salam
Salam adalah ucapan yang mengakui adanya manusia lain yang sama-sama dalam perjalanan (aspek kemasyarakatan) menunjukkan bahwa hidup ini tidak sendiri, sehingga hendaknya menyebarkan salam dan berkah kepada sesama untuk saling bahu membahu menegakkan kehidupan yang harmonis (selaras) dan tegaknya kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan di bumi Allah.
Salam adalah penutup sekaligus awal dari mulainya praktek aplikasi Sholat dalam bentuk aktivitas kehidupan di lapangan hingga ke Sholat berikutnya. Nah salam itu simbol dari putaran yang dimulai dari kanan ke kiri dengan poros badan. Jika dihubungkan dengan Hukum Kaidah Tangan Kanan berarti arah energi ke atas, simbolisasi bahwa perjalanan digantungkan pada Allah SWT (di atas) sebagai penjamin keselamatan dalam

Benarkah Jika Sholat dan Doa Naik Ke Langit?

Kita mungkin pernah bertanya kenapa harus solat menghadap Kiblat, juga kenapa harus ada Ibadah Thawaf, Ini juga sering jadi perenungan saya seperti ini :

1. Ketika mempelajari Kaidah Tangan Kanan (Hukum Alam), bahwa putaran energi kalau bergerak berlawanan dengan arah jarum jam, maka arah energi akan naik ke atas akan naik ke atas. Arah ditunjukkan arah 4 jari, dan arah ke atas ditunjukkan oleh Arah Jempol.


2. Dengan pola ibadah thawaf dimana bergerak dengan jalan berputar harus berlawanan jarum jam, ini menimbulkan pertanyaan, kenapa tidak boleh terbalik arah, searah jarum jam misalnya.



3. Kenapa Solat harus menghadap Kiblat, termasuk dianjurkan berdoa dan pemakaman menghadap Kiblat
4. Kenapa Solat Di Masjidil Haram menurut Hadist nilainya 100.000 kali dari di tempat sendiri.
5. Singgasana Tuhan ada di Langit Tertinggi

Dari perenungan didapat :

1. Solat dan Doa adalah pemujaan terhadap Tuhan Semesta Yang Maha Tunggal, kita memerlukan hubungan intens dengan-Nya. Sehingga tercipta Hubungan Sang Pencipta dan yang diciptakan (makhluk) secara dua arah.

2. Pada saat Solat dan Doa kita yakin mengeluarkan energi, Pikiran dan Hati yang Fokus/Konsentrasi adalah generatornya. Sebagaimana kita bekerja yang mengeluarkan energi, dan dari energi tersebut menjadikan hasil, barang dan jasa. Hukum Kekekalan Energi mengatakan bahwa energi tidak dapat dimusnahkan hanya dapat berubah bentuk, lalu kemana Energi Solat dan Doa kita?

3. Solat diharuskan menghadap Kiblat, berarti arah Energi terfokus ke arah Kiblat dan akan bertanya lagi setelah dari Kabah akan kemana larinya Energi solat?

4. Kalau Solat Berjamaah nilainya lebih tinggi 27 kali lipat.

5. Di Kabah ada ibadah Thawaf yang kapan saja orang boleh melakukannya tanpa terikat aturan waktu.

Perenungan Sintesa :

1. Energi Solat dan Doa dari individu atau jamaah seluruh dunia terkumpul dan terakumulasi di Kabah setiap saat, karena Bumi berputar sehingga solat dari seluruh Dunia tidak terhenti dalam 24 jam, misal orang Bandung solat Dzuhur, beberapa menit kemudian orang Jakarta Dzuhur, beberapa menit kemudian Serang Dzuhur, Lampung dan seterusnya. Belum selesai Dzuhur di India Pakistan, di Makasar sudah mulai Ashar dan seterusnya. Pada saat Dzuhur di Jakarta di London Sholat Subuh dan seterusnya 24 jam setiap hari, minggu, bulan, tahun dan seterusnya.

2. Energi yang terakumulasi, berlapis dan bertumpuk akan diputar dengan generator orang-orang yang bertawaf yang berputar secara berlawanan arah jarum jam yang dilakukan jamaah Makah sekitarnya dan Jamaah Umroh / Haji yang dalam 1 hari tidak ditentukan waktunya.

3. Maka menurut implikasi hukum Kaidah Tangan Kanan bahwa Energi yang terkumpul akan diputar dengan Tawaf dan hasilnya kumpulan energi tadi arahnya akan ke atas MENUJU LANGIT. Jadi Sedikit terjawab bahwa energi itu tidak berhenti di Kabah namun semuanya naik ke Langit. Sebagai satu cerobong yang di mulai dari Kabah. Menuju Langit mana atau koordinat mana itu masih belum nyampe pikiran saya. Yang jelas pasti Tuhan telah membuat saluran agar solat dan doa dalam bentuk energi tadi agar sampai Ke Hadirat Nya. Jadi selama 24 Jam sehari terpancar cerobong Energi yang terfokus naik ke atas Langit. Selamanya sampai tidak ada manusia yang solat dan tawaf (kiamat?).


4. Untuk simplifikasi pemahaman kira-kira dapat di analogikan proses ini dengan internet, sebagai berikut :
a. Solat individu dianalogikan dengan PC,

b. Solat menghadap kiblat adalah arah koneksi (menghadap Kiblat adalah fisik lahir terlepas dari isi/konten doa)

c. Tawaf adalah Router Utama yang bertindak sebagai generator

d. Energi ke atas adalah Hyper Main Bandwith menuju Maha Server di Singgasana (bukan harfiah) Tuhan

e. Speed Koneksi individu pelaku solat ditentukan tingkat ke Khusuan dan ke Iklasan (PC= Kualitas Operating System, kualitas Hardware, Kualitas Software, tingkat kontaminasi virus, Struktur Data, Kelengkapan Pheriferal, dan kekokohan firewall dari virus/trojan/malware/secam (Setan)).

f. Koneksi yang sempurna tentu akan memudahkan Penyembahan pada Tuhan (up load) dan memahami sepenuhnya Kehendak Tuhan. Sehingga konon jika solat orang beriman akan membuat batin lebih tenang dan jiwa lebih sehat (download upgrade, anti virus, nambah ilmu, keberkahan, keselamatan, kasih sayang, kearifan, rejeki lahir batin dsb)

g. Niat adalah start up total yang terealisasi, mulai Sistem Operasi, Kesiapan Hardware dan Sotware, fokus koneksi. Karena niat jika tidak direalisasikan dengan fokus hardware (Wudu, gerakan fisik menghadap Kiblat, gerakan solat, pengertian doa solat) dan software (Hati/rasa dan Pikiran secara virtual menghadap Maha Raja Pencipta) dihawatirkan koneksi tidak terjadi, dan energinya akan terbuang tidak terfokus. Jika hukum kekekalan energi berlaku, maka energi solat akan tidak sampai dan disinyalir akan dimanfaatkan oleh setan untuk memperkuat diri.

5. Orang yang solat di Masjidil Haram mendapat point 100.000 kali, mudah dimengerti karena solatnya pada kumparan energi dasyat dari jamaah solat di seluruh dunia yang berkumulasi dan bertumpuk. Sehingga speednya lebih tersundul dan dekat dengan access point Router Utama (Kabah). Artinya speed koneksinya berbanding 100.000 kali kecepatan di tempat sendiri.

6. Kalau solat berjamaah akan mendapat point 27 kali, kira-kira itu diibaratkan penyatuan energi dari para jamaah sehingga speed untuk naik ke Langit 27 kali lebih cepat. Kira-kira analoginya jika solat sendiri 60 kbps (khusyu), maka dengan solat berjamaah menjadi 1,62 Mbps.

7. Kenapa ada pula anjuran solat rawatib dan solat-solat sunat, dhuha, tahajud, tarawih, dan doa menghadap Kiblat, kira-kira dapat dianalogikan makin sering Koneksi dengan Tuhan akan semakin baik dan speed koneksinya makin masive dan hingga dirinya membentuk internal modem (sehingga tidak terikat arah koneksi=berdoa dimana saja kapan saja=diluar solat) . Dan sebaliknya apabila solatnya malas-malasan dan terpaksa, kemungkinan DC (disconected) akan sering atau lemot koneksinya.

8. Bumi bertawaf, ya analogi tawaf di Kabah, karena berputar berlawanan dengan arah jarum jam. Dan akan kiamat apabila berputar dengan sebaliknya (matahari terbit dari Barat).

9. Malaikat pun bertawaf di suatu tempat Baitul Makmur (galaxy?), analogi tawaf Kabah, tentu arah putarannya berlawanan jarum jam dan arah energinya ke atas pula. Ini sedikit hipotesa, bahwa energi yang naik ke langit dari Bumi tadi akan terkumpul di tempat tawaf para Malaikat untuk diteruskan dan diperkuat menuju Singgasana Tuhan Yang Maha Perkasa.

10. Tarian Sufi Turki juga berputar melawan putaran jam (Kaidah Tangan Kanan)

Renungan Kesimpulan

1. Solat dan Doa, diyakini akan sampai ke langit menuju Singgasana Tuhan selama memenuhi kira-kira persyaratan uraian di atas dengan sintesa (gabungan/Ekstrasi) renungan hukum agama dan hukum alam, karena dua-duanya ciptaan Tuhan juga. Jadi hendaknya ilmuwan dan agamawan bersinergi/ saling mendukung untuk mencapai kemaslahatan yang lebih luas dan pemahaman agama yang dapat diterima lahir batin

2. Memantapkan kita dalam beribadah solat khususnya dan menggiatkan diri untuk selalu on-line 24 jam dengan Tuhan, sehingga jiwa akan selalu terjaga dan membuahkan segala jenis kebaikan yang dilakukan dengan senang hati (iklas).

3. Menjawab kalo solat itu tidak menyembah batu (Kabah) seperti yang dituduhkan kaum orientalis, tapi menggunakan perangkat alam untuk menyatukan energi solat dan doa untuk mencapai Tuhan dengan upaya natural manusia.

4. Tuhan Maha Pandai, Maha Besar dan Maha Segalanya

Demikian renungan ane gan, semoga saja mampu memotivasi agan-agan dan para Pakar untuk memicu pemikiran, penelitian lebih dalam untuk lebih mempertebal keimanan dan menjadi saksi bahwa Tuhan menciptakan semesta dengan penuh kesempurnaan tidak dengan main-main (asal jadi) sehingga makin yakin dan cinta pada Tuhan Yang Maha Esa. Mungkin renungan ini berlebihan dan berfantasi, tapi sedikitnya ini pendekatan yang mampu menjawab pertanyaan sebagaimana di atas dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci dan Hadist bahkan mendukungnya.Wallahu a'lam
Semoga bermanfaat...

13.8.10

Manfaat ilmiah membaca al quran


Ini adalah kisah seorang kakek tua yang hidup bersama cucu satu-satunya. Sang kakek adalah seorang muslim yang taat, tiada har idalam hidupnya tanpa membaca Al-Quran. Si Cucu yang melihat betapa sang kakek begitu khidmat membaca Al-Quranpenuh dengan penghayatan, bertanya : "Kek...!! Mendengar kakek membacaAl-Quran, aku merasa hatiku sejuk sekali. Aku ingin sekali bisamemahaminya sebagaimana kakek. Tapi aku tidak mampu, adapun yang akupahami, aku lupakan secepat aku menutup buku"

Adakah manfaat-nya kita membaca AL-QURAN tanpa mengetahui ARTINYA?

Sang kakek seakan tidak menghiraukan pertanyaan cucunya yang masih muda itu. Dia malah mengajak cucunya itu keluar rumah.

Sang kakek mengambil sebuah ember kotor (bekas mengangkut tanah liat),lalu dilubangilah ember itu di bagian bawah dan samping-sampingnya,beberapa lubang.

Si Cucu dengan keheranan dan rasa penasaran ingin mengetahui apa yang hendak dilakukan oleh kakek kesayangannya itu.

"Anakku...! Bawalah ember ini ke sungai, kemudian bawalah kembali kemari dengan sudah terisi penuh air."

Si Cucu tentunya sadar, bahwa ember tersebut sudah bocor, maka mautidak mau dia harus berlari setelah mengisi ember tersebut dengan air.

Si Cucu pun menyanggupinya. Dan pergilah dia ke sungai untuk mengisiember tersebut dengan air, kemudian dia berusaha berlarisekencang-kencangnya agar setibanya di tempat kakeknya airnya masihpenuh.

Dia pun melakukannya dengan sungguh-sungguh. Tapi setibanya di tempatkakeknya, ternyata tidak sedikit pun air yang tersisa. Semua airnyahabis tertumpah sebelum tiba di tempat kakeknya.

Sang kakek sesekali menertawakannya. Dan berkata, "Kali ini kau harus berusaha berlari lebih cepat lagi. AYO KAMU PASTI BISA....!"

__________________________________________________ _____________________________________

Si Cucu pun berusaha lebih semangat lagi. Sampai akhirnya...!!! Denganterengah-engah dia berkata kepada kakeknya, "Kek...! Aku rasa inimustahil secepat apapun aku berlari, air tersebut akan lebih dulu habissebelum aku sampai disini. Jadi ini suatu hal yang percuma"

Dengan tersenyum sang kakek berkata, "Anakku kamu pikir semua ini percuma? Sekarang coba lihat ini.........."

Kakek menunjuk ke ember yang dipegang cucunya tersebut. Dan berkata,"Bukankah ember yang kau pegang tersebut sebelumnya kotor sekali?"

"Lihatlah sekarang, sudah menjadi ember yang bersih...! Luar dan dalam"

"Anakku hal itulah yang terjadi ketika kamu membaca Al-Quran. Kamu tidak bisa memahami atau ingat segalanya, tetapi ketika kamu membacanyalagi, kamu akan berubah, luar dandalam... Itu adalah karunia dari Allahdi dalam hidup kita."



Quote:

"Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang kuat ingatanatau hafalannya. Di antaranya, menyedikitkan makan, membiasakanmelaksanakan ibadah salat malam, dan membaca Alquran sambil melihatkepada mushaf". Selanjutnya ia berkata, "Tak ada lagi bacaan yang dapatmeningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepadaseseorang kecuali membaca Alqur'an".

Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di KlinikBesar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya denganmendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yangberbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yangsangat besar.

Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkalberbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakanorang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahlijiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuanperalatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detakjantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik.Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruhbesar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhanpenyakit.

Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yangdilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitianyang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara padatahun 1984, disebutkan, Alquran terbukti mampu mendatangkan ketenangansampai 97% bagi mereka yang men dengarkannya.

Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitianMuhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objekpenelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arabdan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannyaadalah Alqur'an.

Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yaknimembacakan Alquran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukandari Alqur'an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Alqur'an.

Alquran memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Haltersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam SeminarKonseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurutpenelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkanayat-ayat Alquran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum danmenjadi lebih tenang.

Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kitamemiliki Alquran. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannyamemberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jikamendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ)dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Alquran lebih dari itu.Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Alquran memengaruhi kecerdasanspiritual (SQ).Sumber: http://musiconlinecairo.multiply.com/

Mahabenar Allah yang telah berfirman, "Dan apabila dibacakan Alquran,simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatrahmat"(Q.S. 7: 204).
Komentari · SukaTidak Suka · Bagikan