3.3.10

Sepatu Tumit Tinggi dalam tinjauan medis & syar’i

oleh: Ustadz Abu Hudzaifahal-Atsary as-Salafy

(penulis adalah mahasiswa S2 Jurusan Ulumul Hadits Universitas Islam Madinah)

6_11

Sejarah sepatu tumit tinggi

Perancis memang dianggap sebagai kiblatnya mode. Di sanalah sepatu tumit tinggi muncul pertama kali, yaitu sekitar abad tujuh belas. Konon laki-laki dan perempuan dari kalangan aristokrat[1] mengenakan sepatu model ini. Tentu saja saat itu tujuannya bukan mencari gaya baru dalam dunia mode, namun sekedar melindungi kaki dan ujung pakaian agar tidak basah saat turun hujan. Tradisi ini kemudian berkembang dan menjadi mode di kalangan wanita secara khusus sampai hari ini.

Menurut sejarah, pabrik pembuatan sepatu tumit tinggi pertama kali ada di negara bagian Massachusets Amerika Serikat, kemudian menyebar ke Inggris, Jerman dan akhirnya ke seluruh dunia. Lucunya, Russia sengaja mengadakan lomba lari dengan sepatu hak tinggi bagi ibu-ibu, dan menyaksikan banyaknya cedera yang mereka alami karena jatuh berulang kali selama perlombaan. [2]

Dalam tinjauan syar’i

Perlu diketahui, tabarruj menurut syar’i meliputi memperlihatkan apa yang tidak boleh diperlihatkan, berbusana yang menyingkap aurat, berikhtilath (campur baur) dengan ajnabi, bersentuhan dengan mereka lewat jabat tangan, berdesak-desakan, dan sebagainya, termasuk berlaku genit dalam berjalan dan berbicara di hadapan mereka.

Berangkat dari sini, menggunakan sepatu tumit tinggi tergolong dalam tabarruj yang diharamkan. Di samping itu, sepatu tumit tinggi terbukti menyebabkan berbagai penyakit, padahal diantara misi diturunkannya syari’at ialah untuk menjaga diri manusia. Allah berfirman yang artinya: “Dan janganlah kalian mencampakkan diri kalian dalam kebinasaan…” (Al Baqarah: 195). Syaikh Abdurrahman As Sa’dy menjelaskan bahwa mencampakkan diri dalam kebinasaan mengandung dua pengertian; pertama: meninggalkan apa yang diperintahkan, yang dengan meninggalkan perintah tersebut seseorang jadi celaka baik jasmani maupun ruhaninya. Kedua: melakukan apa yang mencelakakan jasmani maupun ruhaninya, dan ini mencakup banyak hal. [3]

Selain itu, memakai sepatu seperti ini akan menimbulkan suara yang menarik perhatian lawan jenis. Lebih-lebih jika haknya runcing maka suaranya semakin keras, dan perilaku semacam ini lebih cepat membangkitkan syahwat lelaki. Allah U berfirman yang artinya: “Dan janganlah mereka (kaum wanita) menghentakkan kakinya (saat berjalan), hingga diketahui bahwa mereka menggunakan perhiasan yang tersembunyi…” (An Nur: 31). Ini menunjukkan bahwa cara berjalan seorang wanita yang menarik perhatian adalah haram hukumnya.

Apalagi dengan memakai hak tinggi, pinggul wanita yang memakainya akan menonjol, dan ini juga perbuatan yang haram bila dilakukan dengan sengaja. Kemudian bila pemakainya berniat agar nampak lebih tinggi, maka tambah lagi dosanya, yaitu dosa mengelabui orang lain. Dan yang terakhir, sepatu semacam ini telah menjadi trend wanita-wanita kafir, dari dahulu hingga sekarang. Nabi e bersabda:

أَنَّ امْرَأَةً مِنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ قَصِيرَةً فَاتَّخَذَتْ لَهَا نَعْلَيْنِ مِنْ خَشَبٍ فَكَانَتْ تَمْشِي بَيْنَ امْرَأَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ تَطَاوَلُ بِهِمَا

“Ada seorang wanita Bani Israel yang bertubuh pendek memakai sandal dari kayu. Kemudian berjalan diantara dua wanita yang tinggi agar terlihat tinggi dengan sandal tersebut…” [4].

Berarti, wanita yang memakainya otomatis meniru-niru kebiasaan wanita kafir alias tasyabbuh, dan ini juga diharamkan. Kesimpulannya, mengenakan sepatu tumit tinggi hukumnya haram menurut syari’at Islam.

Dalam tinjauan medis

Anggun namun berbahaya

Dalam memilih sepatu, kaum wanita cenderung menyukai sepatu hak tinggi. Pasalnya dunia mode telah melemparkan imej bahwa sepatu hak tinggi memberi kesan yang lebih anggun. Semakin tinggi hak sepatu yang dikenakan, semakin mengundang decak kagum yang melihat, dan si pemakai juga merasa penampilannya semakin menarik. Padahal jika dikaji dari sisi kesehatan, sepatu berhak tinggi justru mengundang banyak masalah.

Salah satu masalah kesehatan yang disebabkan oleh sepatu berhak tinggi adalah osteoarthritis. Osteoarthritis adalah bagian dari penyakit radang sendi atau arthritis. Gejalanya berupa nyeri dan kaku di persendian tulang. Umumnya keluhan muncul di persendian lutut dan panggul. Bila dibiarkan bisa menyebarkan nyeri ke bagian otot sekitarnya. Pada stadium rendah, keluhan bisa diatasi dengan obat-obatan dan latihan gerak. Pada stadium lanjut memerlukan tindakan operasi penggantian bantal sendi.

Dengan hak sepatu yang tinggi, tubuh akan menjadi lebih condong ke depan. Tentunya si pemakai sepatu tak membiarkan tubuhnya membungkuk ke depan dan akan berusaha menegakkan posisi tubuhnya dengan cara menarik badan ke belakang. Sikap berdiri tegak seperti ini menimbulkan gaya berat badan yang tidak seimbang. Bagian tertentu dari sendi lutut mendapat beban yang lebih berat dari bagian lain. Semestinya keseluruhan gaya berat badan bisa ditampung sepenuhnya secara merata oleh semua permukaan sendi lutut. Bila kondisi tidak seimbang ini terjadi terus-menerus dalam tempo dua sampai lima tahun, terpiculah penyakit radang sendi.

Ini bukan cerita isapan jempol belaka. Studi yang dilakukan American Academy of Orthopaedic Surgeons beberapa tahun lalu, membuktikan bahwa perempuan yang sering menggunakan sepatu berhak tinggi terutama yang diatas 5 cm, banyak yang mengalami radang sendi di sekitar lutut, paha, tulang panggul, bahkan ada yang sampai ke tulang belakang.

Penggunaan sepatu berhak tinggi akan semakin mengundang resiko penyakit bilamana hak yang dijadikan sandaran berpijak berdiameter kecil. Hak sepatu yang kecil sudah barang tentu menyebabkan pijakan kaki tidak stabil, apalagi bila pemakainya bertubuh gemuk. Agar tubuh tidak terjatuh, secara refleks otot-otot sekitar lutut kerap bekerja keras menjaga keseimbangan tubuh, otot-otot lutut tidak bisa rileks. Inilah yang menyebabkan kaki mudah lelah, capek, dan terserang kram.[5]

Menurut dr. Aileen C Siahaan, SpRM dari RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, pemakaian sepatu yang tidak sesuai biomekanik langkah kaki dalam waktu lama bisa mengubah bentuk kaki dan membuat otot-otot betis dan tumit cedera. Biomekanik adalah aturan mekanik kaki untuk berjalan, yaitu ketika tumit kaki mengangkat dan beban tubuh ditumpukan pada bagian depan kaki baru kemudian kaki diayun ke depan.

Sepatu memiliki fungsi kesehatan dan estetika. Sepatu yang baik harus memenuhi kedua fungsi itu. Dari segi kesehatan, sepatu melindungi dan menjaga kebersihan kaki serta membantu kaki menopang tubuh. Dari segi keindahan, sepatu bisa membantu penampilan.

Memakai sepatu dengan tumit tinggi diatas lima sentimeter, membuat kaki anda terus-menerus jinjit. Artinya otot akhiles[6] yang berada di tumit belakang dan otot betis terus-menerus dalam keadaan tegang. Pembuluh darah tertekan dan akhirnya mengakibatkan varises. Selain itu, orang yang berdiri dengan posisi kaki jinjit akan cenderung menyeimbangkan badan dengan cara menegakkan punggung. Punggung yang tegak terus-menerus lama kelamaan akan sakit yang dapat diikuti dengan sakit pinggang. “Ini untuk kaki normal. Bagaimana jika kakinya bermasalah, seperti telapak kaki datar (kaki bebek). Kaki bermasalah bila memakai hak tinggi, otot-otot kakinya makin tersiksa karena bekerja ekstra keras untuk menyeimbangkan badan,” ujar Aileen.

Selain hak tinggi, sepatu yang tidak baik adalah yang bagian depannya terlalu sempit. Jari-jari tidak mempunyai ruang cukup luas untuk bergerak. Selain saling berimpitan, ujung jari juga langsung menyentuh ujung sepatu. “Makanya sering ditemukan orang yang jarinya menumpuk, jempol berada di bawah jari-jari lainnya. Kalau keadaan sudah begitu parah, untuk perbaikannya harus melalui operasi,” kata dia.

Relaksasi kaki

“Sepatu yang ideal adalah yang memiliki tinggi hak 2-3 sentimeter, sebab otot akhiles dalam posisi rileks dan nyaman serta energi yang dikeluarkan untuk berjalan tidak terlalu banyak. Hak dengan tinggi 5 sentimeter masih bisa ditolerir, tetapi pemakaiannya paling lama dua jam. Setelah itu sebaiknya kaki diistirahatkan dari sepatu tumit tinggi,” jelas Aileen.

Sepatu berhak datar menurut Aileen juga tidak terlalu baik. Pemakai memerlukan energi lebih banyak untuk melangkah sebab harus mengangkat tumit lebih tinggi. Tumit sepatu yang lebih tinggi akan membuat biomekanik langkah kaki lebih baik.

Untuk mengurangi ketegangan kaki, dapat dilakukan latihan-latihan tertentu. Diantaranya dengan melakukan gerakan jongkok dan berdiri berulang kali. Pergelangan kaki diputar-putar beberapa kali, dan menggantung kaki lebih tinggi dari badan. Akan lebih baik lagi setelah peregangan kaki direndam air hangat.

“Peregangan dan relaksasi melancarkan peredaran darah. Otot yang kaku juga dilemaskan. Dengan cara ini, setidaknya ancaman cedera akibat otot yang tegang bisa dikurangi. Jangan lupa, cedera berulang seperti keseleo di tempat yang sama, bisa menimbulkan rematik jaringan lunak pada kaki atau rematik lutut,” ungkap Aileen.[7]

Mengganggu kesuburan

Dr. Adel Naseer, wakil Dekan Fakultas Pengobatan Alami di Cairo mengatakan: “Ada sekitar 210 peneliti di seluruh dunia yang memperingatkan kaum wanita akan bahayanya mengenakan sepatu hak tinggi. Bahaya tersebut amat banyak dan serius, yang paling serius diantaranya ialah terjadinya kontraksi yang terus menerus pada otot belakang kaki, yang berujung pada penyakit varises akibat tertekannya pembuluh darah kaki. Bahaya serius lainnya ialah terjadinya pembengkokan dan cacat tulang punggung.

Pengaruh negatif sepatu hak tinggi juga mencakup daerah rongga panggul hingga bentuknya jadi tidak normal dan ukuran pantat semakin besar. Gangguan rongga panggul (pelvis) pada wanita hamil dapat menyebabkannya sulit melahirkan. Sedangkan pada kondisi terburuk, hal tersebut bisa mengurangi kesuburan si wanita atau bahkan menjadikannya mandul!

Tekanan pada ujung kaki juga menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada rongga panggul (pelvis), hingga menyebabkan kacaunya siklus haid si wanita dan rasa sakit berlebih tatkala datang bulan. Peringatan serupa disampaikan pula oleh seorang pakar kesehatan Inggris.[8]

Kedua lutut juga bisa mengeras, akibat tekanan terus-menerus terhadap cartilage (tulang rawan) yang ada di pada keduanya.

Menurut dr. Naseer, problem yang ditimbulkan oleh sepatu hak tinggi tidak berhenti sampai di sini. Pemakaian sepatu hak tinggi juga bertanggung jawab atas munculnya rasa sakit di leher dan bahu, serta rasa lesu dan pusing-pusing. Ia juga bertanggung jawab terhadap rontoknya rambut, lewat pengaruh buruknya pada organ dalam wanita.

Gangguan kejiwaan

Diantara hasil riset yang paling aneh dalam hal ini, ialah adanya kemungkinan terserang gangguan kejiwaan yang berbahaya. Dr. Naseer menyebutkan tentang sebuah penelitian di barat, yang memperingatkan bahwa pemakaian sepatu hak tinggi dapat berakhir pada penyakit schizophrenia[9]yang mengganggu fungsi berfikir.

“Pemakaian sepatu hak tinggi telah ada sejak seribu tahun lalu, dan telah menunjukkan adanya gejala-gejala awal skizofrenia. Walau hal ini sifatnya masih asumsi ilmiah, toh keselamatan tetap harus diutamakan. Semua orang tahu tentang kaidah kesehatan yang mengatakan bahwa ‘mencegah lebih baik dari pada mengobati’. Apalagi jika masalahnya berkaitan dengan telapak kaki yang kenyamanan tubuh bermula darinya”, ungkap Naseer.[10]

Berbagai macam masalah kaki

Dr. Musthafa As Sa’iy menilai bahwa sepatu yang nyaman merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan kaki. Karenanya, kita harus pilih-pilih dalam memakai sepatu, dan jenis yang baik ialah yang ujungnya bulat. Sepatu yang ujungnya sempit menyebabkan jari-jari terkumpul dan berdesakan. Demikian pula panjang, lebar dan kedalaman telapak kaki harus dibuat senyaman mungkin agar sirkulasi darah di kaki tidak terganggu. Sepatu kulit tergolong paling bagus dalam menjaga kelembapan dan sirkulasi udara.

Musthafa heran, mengapa ada sebagian wanita yang menyiksa jari kaki mereka dengan sepatu yang sempit dan tinggi? Mereka harus faham bahwa mereka terancam berbagai macam bahaya dalam jangka panjang.

Seiring dengan bertambahnya umur dan penggunaan sepatu sempit atau hak tinggi yang berulang kali, telapak kaki akan membesar dan memanjang, sedangkan jaringan otot pada punggung kaki dan tumit menipis.

Wanita yang mengenakan sepatu sempit atau lebih pendek dari ukuran normal kakinya, berarti membuka peluang bagi dirinya untuk terkena semacam kapalan, yaitu dengan berkembangnya lapisan kulit tebal & melingkar pada persendian jari, yang merupakan tempat terjadinya gesekan antara sepatu dan kaki.

Dengan tetap mengenakan sepatu model ini, gesekan yang terjadi dapat sangat menyakitkan, bahkan dalam beberapa kondisi bisa menyebabkan pendarahan.

Sepatu yang sempit dapat menyebabkan tertanamnya kuku dalam daging. Tekanan yang konstan dan terus menerus terhadap kaki juga mengakibatkan kulit terkelupas, dan terbentuknya kulit yang lebih keras serta tertanamnya kuku dalam daging. Jelas keduanya sangat mengganggu dan merusak penampilan, dan kalau sudah demikian, untuk mencabutnya harus dengan operasi.

Sepatu yang sesak juga menyebabkan tulang-tulang menonjol, yang mengakibatkan nyeri luar biasa serta kesulitan berjalan, disamping merusak penampilan.

Bahaya lain yang mungkin timbul adalah neuroma, semacam pembengkakan syaraf yang terkenal dengan nama Morton’s neuroma atau plantar neuroma[11]. Keduanya nampak pada jari tengah dan telunjuk kaki. Efek dari neuroma ini ialah rasa nyeri yang luar biasa pada kaki dan rasa terbakar[12].

Gambar penjelas akan dampak negatif sepatu tumit tinggi, klik di sini.


[1] Berasal dari istilah Yunani kuno, aristo artinya ‘yang terbaik’ sedang kratia artinya ‘kepemimpinan’. Dalam konteks ini, aristokrat berarti kalangan terbaik semacam bangsawan (sumber: politea.wordpress.com).

[2] Sumber: www.aljarida.com (diterjemahkan dari bahasa Arab).

[3] Tafsir As Sa’dy 1/90.

[4] HR. Muslim no 2252, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban (12/379), dan ini lafazh Ibnu Hibban.

[5] Dinukil dari Suaramerdeka.com 01/07/2006.

[6] Atau tendon Achilles, yaitu ujung otot di atas tumit yang bersifat lentur.

[7] Dari sebuah artikel (sumber: www.kompas.com Minggu, 21 Mei 2006).

[8] Dari sebuah artikel (sumber: www.alwatan.com).

[9] Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindera). (sumber: Wikipedia).

[10] Sumber: www.aljarida.com (diterjemahkan secara ringkas).

[11] Disebut juga: Morton’s metatarsalgia, Morton’s neuralgia dan intermetatarsal neuroma. Yaitu tumor jinak yang menyerang saraf plantar di sela-sela jari. Meski dinamakan neuroma, banyak kalangan tidak menilainya sebagai tumor, akan tetapi sekedar pembengkakan. (wikipedia).

[12] Sumber: www.alwatan.com & www.prameg.com (disadur &diringkas dari bahasa Arab).

sumber : http://basweidan.wordpress.com/2009/06/03/sepatu-tumit-tinggi-dalam-tinjauan-medis-syari/#more-280

disalindari http://www.khayla.net/2009/06/sepatu-tumit-tinggi-dalam-tinjauan.html


Jilbab, Menutup Aurat atau Membalut Aurat...?

Jilbab bukan lagi menjadi kata yang asing didengar, terlebih belakangan ini, di mana wanita muslimah berbondong-bondong untuk mengenakan jilbab – dengan prasangka baik – bahwa mereka melakukannya sebagai wujud ketaatan akan perintah Allah dan Rasul-Nya. Ada perasaan nyaman bagi sebagian orang yang mengenakannya, karena pakaian yang dikenakannya akan meninggalkan kesan yang ‘lebih Islami’, terlepas dari cara dan mode pakaian yang dia kenakan.

Yang tidak banyak disadari, atau mungkin lebih sering diabaikan, bahwa jilbab bukan sekedar mengenakan pakaian lengan panjang, betis tertutup hingga tumit, dada dan leher terhalang dari padangan orang. Bahwa jilbab bukan sekedar membalut anggota-anggota tubuh yang tidak semertinya terlihat selain mahram. Tidak, Jilbab lebih dari itu!

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (QS Al-Ahzab [33] : 59)

Jilbab sejatinya adalah ‘body covering’, penutup tubuh (aurat) yang akan melindungi seorang wanita, dari pandangan dan penilaian orang lain, khususnya laki-laki, dan bukannya ‘body shaping’, pembalut tubuh yang menampilkan seluruh lekuk liku tubuh seorang wanita, membuat orang menoleh kepadanya.

Jilbab, di tangan wanita muslimah masa kini, telah kehilangan esensinya. Seperti komentar seorang rekan kerja dulu, ketika melihat dua orang gadis remaja berboncengan dengan jilbab yang serba ketat, “Yah.. jilbab sekarang kan untuk membalut aurat, bukan untuk menutup aurat!”

Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah memperingatkan:

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,” (QS An-Nuur [24] : 31)

Saat ini, di tangan wanita muslimah masa kini, jilbab itu sendiri adalah perhiasan. Sebagian orang yang mengenakannya justru mengundang orrang (baca: laki-laki) untuk melihatnya, Betapa tidak, pakaian terututup yang serba ketat justru menggoda orang ingin tahu apa yang ada di baliknya. Baju model baby doll berlengan pendek, dipadu dengan manset dan jeans atau bicycle pants super ketat, atau jenis pakaian ketat yang menampilkan lekuk tubuh lainnya. Jika sudah begitu lalu apa bedanya dengan pakaian yang lainnya? Tambahan sepotong kain yang dililitkan pada kepala dan leher tidak menjadikan sebuah pakaian dikatakan berjilbab, karena toh yang memakainya masih terlihat seperti telanjang. Padahal Rasulullah telah memberikan peringatan keras, kepada para wanita yang berpakaian tetapi telanjang:

“Ada dua golongan penduduk neraka yang sekarang saya belum melihat keduanya, yaitu: wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang berlenggak-lenggok dan memiringkan kepalanya seperti punuk unta, dimana mereka tidak akan masuk surga, bahkan mencium baunya pun tidak bisa” (HR Muslim dan Ahmad)


Hadits ini telah diabaikan, entah karena tidak tahu, atau mungkin tidak diperdulikan! Atau mungkin terlalu takut untuk mengetahui kebenaran yang akan menyebabkannya merasa terasing dari masyarakat, lalu membuatnya mentup mata, hati dan telinga. Atau bahkan yang lebih mengerikan lagi, dengan sengaja memberikan penafsiran berbeda mengenai perintah untuk menutup aurat itu, demi memenuhi hawa nafsunya!

Aduhai, entah kemana perginya rasa takut itu, seolah-olah kehidpan di dunia ini akan berlangsung selamanya dan ancaman manusia mulia, hamba dan utusan Allah untuk memberikan peringatan kepada manusia, tidak berarti apa-apa kecuali hanya sekedar gertak sambak! Na’udzubillah! Entah kemana perginya rasa malu yang seharusnya bermanifestasi pada prilaku dan cara berpakaian? Sebagian besar kita justru terlena pada penilaian kebanyakan orang. “Berjilbab bukan berarti ketinggalan zaman.” Atau, “Dengan jilbab pun bisa tampil modis dan trendi.” Entah mengapa, kita menjadi latah dengan penilaian orang kafir, mengenakan jilbab syar’I adalah symbol keterbelakangan, bahkan yang lebih menyedihkan lagi yang terjadi akhir-akhir ini, jilbab besar adalah cirri aliran sesat dan pengikut paham esktrimis!

Islam telah memuliakan wanita, menjaga kehormatan wanita dengan menetapkan batasan-batassannya, bukan untuk menjadikan wanita terkekang, sebaliknya bahkan untuk melindungi kaum wanita. Tubuh seorang wanita adalah milik pribadinya, bukan properti umum yang dapat dilirik, ditaksir dan diberikan penilaian. Wanita sejatinya adalah individu yang bebas, ketika dia mengikuti apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya bagi dirinya. Jangan mengira bahwa wania-wanita yang tampil trendi itu adalah orang-orang yang memiliki lebebasam memilih, karena toh mereka terkungkung oleh pandangan orang lain. Sederhana sekali, jika seseorang atau beberapa orang mengatakan kepada anda “kamu cantik dengan baju ini, atau dengan warna itu,” anda lalu mengikuti perkataannya. Padahal cantik adalah sebuah ukuran relatif yang senantiasa berfluktuasi sepanjang zaman. Layaknya mata uang, ia bisa mengalami devaluasi, Lalu di mana letak kebebasan itu, ketika seorang wanita membiarkan dirinya terbawa arus fluktuasi itu? Pilihan orang banyak adalah pilihannya? Pendapat orang banyak adalah pendapatnya?

Pada kenyataannya, jilbab adalah sesuatu yang masih asing di kalangan wanita muslimah, karena yang bertebaran saat ini hanyalah sekedar penutup kepala, pembalut tubuh, trend mode dan bukannya jilbab yang seharusnya berfungsi untuk menutup aurat dengan sempurna. Wallahu a'lam.

Semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah untuk menjalankan ketaatan kepada-Nya, dan istiqamah di atas ketaatan itu. Amin.

sumber http://www.khayla.net/2009/06/sepatu-tumit-tinggi-dalam-tinjauan.html