8.9.11

Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?

Suatu hari ‘Umar bin Khaththab r.a. menemui Rasulullah SAW di kamar beliau, lalu ‘Umar mendapati beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar usang yang pinggirnya telah lapuk. Jejak tikar itu membekas di belikat beliau, sebuah bantal yang keras membekas di bawah kepala beliau, dan jalur kulit samakan membekas di kepala beliau. Di salah satu sudut kamar itu terdapat gandum sekitar satu gantang. Di bawah dinding terdapat qarzh (semacam tumbuhan untuk menyamak kulit).

Air mata ‘Umar bin Khaththab r.a. meleleh. Ia tidak kuasa menahan tangis karena iba dengan kondisi pimpinan tertinggi umat Islam itu. Rasulullah SAW melihat air mata ‘Umar r.a. yang berjatuhan, lalu bertanya “Apa yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab?”

‘Umar r.a. menjawab dengan kata-kata yang bercampur-aduk dengan air mata dan perasaannya yang terbakar, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan tikar ini membekas di belikat Anda, sedangkan aku tidak melihat apa-apa di lemari Anda? Kisra dan Kaisar duduk di atas tilam dari emas dan kasur dari beludru dan sutera, dan dikelilingi buah-buahan dan sungai-sungai, sementara Anda adalah Nabi dan manusia pilihan Allah!”

Lalu Rasulullah SAW menjawab dengan senyum tersungging di bibir beliau, “Wahai Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat datangnya, dan kebaikan itu pasti terputus. Sementara kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?”

‘Umar menjawab, “Aku rela.” (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)

Dalam riwayat lain disebutkan: ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, sebaiknya Anda memakai tikar yang lebih lembut dari tikar ini.”

Lalu, Rasulullah SAW menjawab dengan khusyuk dan merendah diri, “Apa urusanku dengan dunia? Perumpamaan diriku dengan dunia itu tidak lain seperti orang yang berkendara di suatu hari di musim panas, lalu ia berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)

Betapa Rasulullah SAW sangat sederhana. Ia menyadari bahwa akhirat jauh lebih berharga daripada dunia dan seisinya.

Referensi:

  1. Hadits Riwayat Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad (dialog ‘Umar versi pertama)
  2. Hadits Riwayat Tirmidzi (dialog ‘Umar versi kedua)
  3. http://www.jafarsoddik.com/cerita/07/Salah-satu-kisah-kesederhanaan-Rasulullah-saw
  4. http://cara-muhammad.com/kisah/kesederhanaan-rasulullah-saw/

2.9.11

Aku menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka

Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. pernah menyumbang-kan seluruh hartanya dua kali; pertama, ketika hijrah. Asma' r.a. mengatakan, "Ketika Rasulullah saw. hijrah dan Abu Bakar r.a. menemaninya, Abu Bakar r.a. mem-bawa seluruh hartanya yang saat itu berjumlah 5000 dirham atau 6.000 dirham. Abu Bakar r.a. berangkat dengan membawa semua hartanya itu." Asma' melanjutkan, "Selang beberapa saat datanglah kakekku, Abu Quhafah, yang kala itu telah buta. Dia berkata, 'Demi Allah, aku menduga ayah kalian telah menyusahkan kalian semua dengan membawa seluruh hartanya'. Aku menjawab, 'Tidak juga Kek, masih banyak uang yang disisakan ayah untuk kami.' Lantas aku mengum-pulkan batu-batu kecil dan memasukkannya ke dalam lubang yang ada di rumah yang biasa digunakan ayah untuk menyimpan uangnya. Aku menutupnya dengan kain, lalu meraih tangan kakek dan berkata, 'Kek, coba sentuh uang ini.' Kakek pun menyentuhnya lalu berkata, 'Kalau begitu, tidak masalah jika ayah kalian telah meninggalkan uang sebanyak ini. Dia begitu baik dan uang ini dapat mencukupi kalian'." Asma' kembali bertutur, "Demi Allah, sebenarnya Abu Bakar r.a. tidak meninggal-kan uang sedikit pun buat kami."

Kali kedua Abu Bakar r.a. menyumbangkan seluruh hartanya adalah saat perang Tabuk. Ketika Rasulullah saw. mengumumkan penggalangan dana untuk Perang Tabuk (perang al jaisyul usrah), para sahabat berlomba-lomba mendermakan hartanya dan bersaing untuk menjadi donatur dengan sumbangan paling banyak. 'Umar bin Khaththab r.a. menuturkan, "Rasulullah saw. menyuruh kami bersedekah. Kebetulan saat itu aku memiliki cukup banyak harta sehingga aku sempat berkata dalam hati, hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar r.a., jika memang berhasil mengalahkannya.’ Aku menemui Rasulullah saw. dengan menyerahkan se-tengah hartaku. Rasulullah saw. bertanya, 'Berapa yang engkau sisakan untuk keluargamu?' Aku menjawab, 'Sebanyak yang kuserahkan ini.’ Kemudian datanglah Abu Bakar r.a. dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah saw. bertanya, 'Hai Abu Bakar, berapa yang engkau sisakan untuk keluargamu.' Abu Bakar menjawab, 'Aku menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.' Aku berkata dalam hati lagi, 'Demi Allah, aku tidak akan pernah dapat mengalahkannya'." (HR Tirmidzi) ( Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Kitab al-Manaqib; Bab fi Manaqib Abi Bakr, no.3675. Tirmidzi berKata, "Hadits ini hasan shahih".)

Abu Bakar r.a. menyumbangkan seluruh hartanya, sedangkan Umar r.a. menyumbangkan setengah hartanya. Lantas, berapakah sumbangan yang sanggup Anda berikan, wahai saudaraku sesama Muslim? Utsman r.a. tidak pernah berhenti memberi sumbangan. Setelah menyerahkan 300 ekor unta dengan perlengkapannya dan membekali sepertiga pasukan, dia masih datang lagi dengan membawa 1.000 dinar yang dibungkus dengan kainnya. Semua itu dia serahkan tanpa banyak pertimbangan atau sedikitpun keraguan. Peristiwa ini terjadi dalam perang Tabuk. Sehingga saat itu Rasulullah saw. berkata, "Perbuatan apa pun yang dilakukan oleh 'Utsman setelah ini, maka tidak akan membahayakan-nya." (HR Tirmidzi) { Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Kitab Al-Manaqib; Bab fi Manaqib Utsman, no.3701. Tirmidzi berkata, "Dari jalan periwayatan ini, hadits ini hasan gharib".} Utsman ra. sangat mengerti bahwa kekayaan di-berikan oleh Allah kepada hamba-Nya sebagai ujian, apakah dia akan menyumbangkan atau menahannya? Tentunya mustahil sekali orang seperti 'Utsman dan para sahabat yang mulia lainnya akan menahan hartanya karena kikir... 'Abdurrahman bin 'Auf ra. menyerahkan setengah hartanya, yaitu sebanyak 4000 dirham. Dalam ke-sempatan lain, dia menyumbangkan 40.000 dinar; pernah juga mendanai pasukan dengan 500 ekor kuda dan 500 ekor unta. Semua harta yang diberikannya itu merupakan hasil perdagangannya.{ Tahdzibut Tahdzib, Ibnu Hajar, vol. 6 him. 221.}

Hakim bin Hizam r.a. mempunyai kisah lain yang dituturkan oleh Abu Hazim, "Di Madinah, kami tidak mendengar ada orang yang lebih banyak bersedekah untuk mendanai orang yang perang di jalan Allah dibandingkan Hakim bin Hizam. Suatu ketika, dua orang Arab Badwi ke Madinah untuk mencari orang yang sanggup mendanai mereka berperang di jalan Allah. Mereka disarankan agar menemui Hakim bin Hizam. Setelah bertemu dengan Hakim bin Hizam yang kala itu sedang berada di rumahnya, Hakim menanyakan keperluan mereka, maka mereka pun menjelaskannya. Kemudian Hakim berkata, 'Jangan terburu-buru hingga aku menemui kalian'. Hakim lalu mengambil tongkat dan keluar bersama dua orang pembantunya. Setiap melewati tumpukan sampah dan melihat sobekan kain yang masih layak untuk mengikat perlengkapan unta yang akan diserahkan untuk perang di jalan Allah, Hakim memungutnya dengan ujung tongkat. Setelah membersihkannya, dia berkata kepada pembantunya, 'Simpanlah barang ini untuk perlengkapan unta.’ Kedua orang Arab Badwi yang menyaksikan kejadian itu saling pandang. Seorang di antara mereka berkata, 'Celaka, ayo kita tinggalkan tempat ini. Demi Allah, orang ini hanyalah seorang pemulung kulit kering bekas.' Temannya membalas, 'Jangan terburu-buru, lihat saja nanti.’ Hakim mengajak kedua tamunya ke pasar. Di sana dia mendapati dua ekor unta tegak yang cukup gemuk dan sedang hamil. Hakim segera membeli kedua unta tersebut berikut perlengkapannya, lalu berkata kepada pembantunya, 'Gunakan sobekan kain ini untuk mengikat perlengkapan yang perlu diikat, lalu letakkan makanan, gandum dan minyak di atasnya. Juga jangan lupa berilah kedua tamu kita bekal yang cukup.' Setelah semuanya selesai, Hakim menyerahkan unta-unta tersebut kepada kedua tamunya. Salah seorang Arab Badwi berkata kepada temannya, 'Demi Allah, aku tidak pernah melihat pemulung kulit kering yang sebaik ini'." { Majma'uz Zawa'id, vol. 9 him. 385. dan Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, vol. 7 him. 163.}

Abu Nu'aim {44 Hilyatul Auliya', vol. 1 him. 296.} menuturkan bahwa Ibnu 'Umar Ra. menjual tanahnya dengan imbalan 200 ekor unta, lalu 100 ekor diantaranya dia gunakan untuk membekali orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Sementara 'Ashim bin 'Adi ra. menyedekahkan 90 wasaq kurma dalam perang Tabuk.{ Hayat Ash-Shahabah, vol. 2 him. 125.1 wasaq = 60 sha'. [1 sha' = sekitar 3.3 kg]}

Dalam peristiwa yang sama, sumbangan juga diberikan oleh Abbas, Thalhah bin 'Ubaidillah, Muhammad bin Maslamah, Sa'ad bin 'Ubadah dan masih banyak yang lainnya. Masing-masing menyerahkan hartanya sehingga mendorong para sahabat yang miskin untuk turut menyumbang di jalan Allah. Inilah yang telah mereka sumbangkan dengan harta yang dimilikinya. Lalu apa yang telah kita infakkan dari harta-harta kita untuk beribadah dan berjuang dijalan Allah?