14.4.10

Bismillah...

Sebuah rumah tangga tidak hanya menjalankan fungsi sebagai orangtua dan anak. Atau hanya sebuah penyatuan kasih sayang, romantisme, harmonisme yang terangkum dalam kalimat Sakinah Mawaddah wa Rahmah. Rumah tangga adalah membuat sebuah komitmen membangun keluarga dengan maksud dan tujuan mulia, melahirkan generasi pengganti yang shalih dan shalihah.

Jika kau membayangkan dalam rumah tangga kelak dengan fasilitas rumah luas nan mewah jika tak ada anak yang menemani dalam keseharian, harta melimpah ruah namun tak ada anak sebagai pewaris kekayaan.

“Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahkanlkah aku seorang anak dari sisiMu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Ya’kub; dan jadikanlah dia Tuhanku, seorang yang diridhai”, begitulah rintihan Nabiyullah Zakaria dalam surat Maryam ayat 5 dan 6.

Dalam sebuah rumah tangga ada sebuah orientasi di dalamnya, bukan hanya memimpikan kenikmatan dunia, tapi juga kenikmatan akhirat. Yakni bisa berkumpulnya keluarga dalam jannahNya. Menikmati suguhan yang tiada bandingnya sekalipun dengan kenikmatan dunia. Merencanakan rumah tangga akhirat yaitu dengan membangun rumah tangga dunia dengan pemimpin beriman plus dikelilingi anak-anak yang shalih dan shalihah.

Rumah tangga orang-orang terdahulu mengutamakan lahirnya anak-anak yang shalih dan shalihah, dengan keterbatasan harta mereka bekerja keras agar anak mereka menjadi anak yang berbakti dan berguna. Senatiasa menjaga keshalihan dan kesucian agar kelak anak mereka juga tumbuh dengan iman dan akidah yang suci. Banyak ulama istimewa yang lahir dari rumah tangga-rumah tangga yang sangat istimewa.

Diantaranya ( Sumber : Tarbawi)
Imam Ahmad, ia lahir dan diasuh dalam keluarga yang taat dan ilmu agama luas. Ayahnya meninggal ketika masih bayi, namun ibunya terus bekerja keras agar anaknya tetap bisa belajar agama. Ia mengajarkan Ahmad kecil apa saja yang ia ketahui dari sejarah hidup Rasulullah, hadits, kisah-kisah bangsa Arab dan kepahlawanan mereka. Sejak dini, ibunya mengajarkan tentang norma-norma agama Islam dan mengajarkan kecintaan pada Rasulullah saw. Saat imam Ahmad berusia 15 tahun, seorang ulama besar datang ke Bagdad. Dia tinggal berhadapan dengan rumah Imam Ahmad. Suatu ketika, air sungai tigris meluap hingga mencapai istana Harun Ar Rasyid. Pada saat itu, para penuntut ilmu berusaha menaiki sampan untuk bisa menyebrangi sungai, tetapi Imam Ahmad menolak untuk ikut bersama mereka. Ia berkata “ibuku tidak menyuruhku melakukan ini”. Sehingga ia bergegas kembali kepada ibunya agar ia merasakan ketenangan.
Bagaimana Imam Ahmad tidak patuh kepada ibunya, sementara ibunya telah menolak untuk menikah agar dapat mengasuh dirinya. Sebagai balasannya, Imam Ahmad pun berusaha dengan bersungguh-sungguh dalam belajar; sampai akhirnya ia mendapatkan ilmu pengetahuan yang banyak diusianya yang masih belia, dengan bersandar kepada kemampuan pribadinya. Melihat Imam Ahmad yang begitu istimewa, Khuzaimah bin Khazim At Tamimi pernah berucap, “ Aku sudah mengeluarkan biaya yang begitu besar untuk menyekolahkan anak-anakku, mendatangkan para pendidik ke rumah untuk mereka, tetapi anak-anaku tetap tidak beruntung mempunyai akhlak dan ilmu yang tinggi. Sedangkan Ahmad bin hambal ini seorang anak yatim, tapi lihatlah betapa tinggi ilmunya dan betapa mulia akhlaknya”.

Imam bukhari yang dikenal sebagai tokoh utama dalam ilmu hadits, juga merupakan produk dari keluarga yang baik. Ayahnya yang bernama Ismail, terkenal sebagai ulama yang sangat shalih dan sangat menjaga kesucian dirinya. Tidak heran jika Bukhari kemudian tumbuh dengan mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu.

Orang-orang besar seperti mereka, juga seperti imam Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, Muslim dan yang lain adalah orang-orang yang lahir dan dibesarkan dalam rumahtangga yang dipenuhi dengan keharmonisan serta semangat untuk meraih kehidupan yang baik di akhirat. Rumah tangga yang dibangun karena ketaatan kepada Allah, bukan rumah tangga yang dibangun dengan pondasi syahwat terhadap pesona dunia.

Bagi para orang tua, pemilik dan pemimpin rumah tangga, perlu menyadari bahwa rumah tangga yang damai dan rumah tangga akhirat tidak dibentuk hanya dengan pendidikan belaka. Di dalamnya ada doa, ketaatan kepada Allah, dan ada usaha untuk menjaga kesucian diri. Kita pasti merindukan sebuah keluarga yang kelak bisa bersatu kembali di kehidupan yang kekal dalam syurga Allah swt, seperti keluarga orang-orang shalih.


Wallahu’alam.

Tidak ada komentar: